DPRD Yakin Kenakalan Restoran Layani Minuman Alkohol Tanpa Izin di Jakarta Tak Cuma Holywings
Rapat kerja DPRD DKI dengan Pemprov DKI/FOTO: Diah Ayu-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas meyakini restoran di Jakarta yang menjual minuman alkohol tidak memiliki izin atau sertifikat usaha bar tidak hanya terjadi di Holywings.

Menurut Hasbi, hampir separuh dari total tempat usaha yang beroperasi di Ibu Kota melakukan kenakalan yang sama seperti Holywings. Hanya saja, hal ini belum terungkap.

"Ini menurut saaya Holywings hanya sebagian kecil yang ada di DKI Jakarta dan banyak lagi. Saya yakin, tuh, hampir 50 persen izin-izin mereka tidak sesuai dengan aturan yang ada," kata Hasbi dalam rapat kerja yang menghadirkan jajaran Pemprov DKI dan manajemen Holywings di gedung DPRD DKI, Rabu, 29 Juni.

Senada, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak juga memandang masih banyak restoran yang juga menjual minuman alkohol tanpa izin usaha hiburan.

"Ini hanya dibuka boroknya saja oleh mereka (Holywings). Sebenarnya di luar sana masih ada yang mungkin jauh menyeramkan dibanding di sini (Holywings)," ujar Gilbert.

Hal ini, menurut Gilbert, menunjukkan kelemahan jajaran Pemprov DKI dalam menerbitkan serta mengawasi perizinan tempat usaha yang ada di Jakarta.

"Masalahnya izin usaha kan dikasih oleh Pemprov izin usaha. Izin minuman tidak boleh di tempat memang tidak diberikan, tapi izin usaha, kan, dikasih Pemprov. Jadi, bukan murni kesalahan Holywings saja," ungkapnya.

Sebagai informasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Senin 27 Juni 2022 mengeluarkan keputusan untuk menutup, sekaligus mencabut izin operasional Holywings di Jakarta melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta. Total ada 12 outlet yang harus ditutup, meskipun tidak semua melakukan promosi miras yang kontroversial tersebut.

Pencabutan izin tersebut berdasarkan rekomendasi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM) DKI Jakarta.

Yang menarik, penutupan Holywings bukan didasarkan pada kontroversi promosi miras yang viral tersebut atau tudingan pelecehan agama, melainkan masalah pelanggaran perizinan. Holywings disebut belum memenuhi standar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).

KBLI adalah klasifikasi yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan tujuan mengklasifikasikan aktivitas ekonomi Indonesia yang menghasilkan produk, baik dalam bentuk jasa maupun barang berdasarkan lapangan usaha.

Holywings disebut melanggar sertifikasi KBLI 56301, yaitu izin usaha bar yang berkonotasi dengan penghidangan minuman beralkohol dan makanan kecil di tempat usaha.

Disebutkan, Holywings hanya memiliki sertifikat KBLI 47221. Sertifikasi ini berlaku untuk penjualan minuman beralkohol dengan cara take away, atau dibawa pulang bukan dikonsumsi di tempat.

“Sedangkan, hasil pengawasan di lapangan, usaha Holywings Grup melakukan penjualan minuman beralkohol untuk minum di tempat yang secara legalitas seharusnya memiliki Surat Keterangan Penjualan Langsung (SKPL) golongan B dan C dengan PB-UMKU KBLI 56301. Dari tujuh outlet memiliki Surat Keterangan Pengecer KBLI 47221, bahkan lima outlet lainnya tidak memiliki surat tersebut,” ujar Kepala DPPKUKM DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo.