JAKARTA - Komunikolog Universitas Negeri Jember Mohammad Iqbal membuat pernyataan mengejutkan terkait calon potensial yang diprediksi maju di Pilpres 2024. Menurutnya, Prabowo Subianto lebih cocok menjadi king maker saja meski dalam beberapa survei elektabilitasnya cukup menjanjikan.
"Sebagai King Maker beliau sudah sangat sukses. Jokowi bisa jadi presiden tidak lepas dari tangan dinginnya, ikut mengusung Jokowi jadi Gubernur Jakarta. Juga Anies Baswedan yang berpotensi jadi presiden. Ini juga tak lepas dari tangan dingin Prabowo," jelasnya dalam pesan elektronik yang diterima wartawan, Senin, 27 Juni.
Sementara itu menurut komunikolog Salemba School Effendi Gazali, bila berkaca pada Pilpres 2019 lalu, persentase suara yang dimiliki oleh Prabowo tidak lepas dari pengaruh Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden.
"Berapa persen angka diperoleh Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019? Tentu itu angka berdua, dan ada juga angka masing-masing. Tapi kenapa sekarang menjadi turun? Kemungkinan terbesar karena dianggap meninggalkan konstituen, walau tentu bisa juga ada kemungkinan tambahan peminat. Tapi secara obyektif memang tren-nya turun," jelas Effendi.
Senada, komunikolog Unair dan Pusat Kajian Komunikasi Surabaya Suko Widodo menambahkan, setiap calon pemimpin memiliki masanya sendiri.
"Kesempatan Prabowo memang di tahun 2014 dan 2019. Sekarang kompetitornya anak-anak muda dengan prestasi memimpin provinsi. Peluang Prabowo semakin kecil," tutur Suko.
BACA JUGA:
Sementara itu komunikolog Pelita Harapan, Emrus Sihombing menganalisis bahwa turunnya angka Prabowo bisa makin bertambah karena munculnya nama Jenderal Andika.
"Bagi kalangan pemilih terbesar, kaum milenial, justru sekarang ada alternatif pilihan, jika ingin kombinasi sipil-militer. Dan Jenderal Andika tampaknya bisa ke mana saja. Ke Nasdem bisa, ke PDIP juga bisa," tambah Emrus.
Hasrullah, komunikolog Universitas Hasanuddin juga setuju agar Prabowo menjadi King Maker. Dia mengusulkan, "Ketika berperan sebagai King Maker, semoga Prabowo mempertimbangkan calon dari Kawasan Indonesia Timur. Itu sudah merupakan captive-market untuk mendapatkan pemilih."