JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu belakangan kerap menangkapi kepala daerah gegara praktik rasuah. Mulai dari Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari hingga mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti jadi tahanan setelah mereka diduga menerima suap.
Terkait kondisi ini, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiarti atau Puput mengatakan hal ini harus jadi perhatian dan catatan. Ada sejumlah perbaikan yang harus dilakukan apalagi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Banyaknya rekam jejak politisi tersangkut korupsi patut menjadi perhatian dan catatan tentang perlunya perbaikan di banyak aspek, termasuk partai politik dan sistem pemilu," kata Puput saat dihubungi VOI yang dikutip Rabu, 22 Juni.
Puput kemudian menyebut, perbaikan di partai politik bisa dilakukan dengan empat cara. Pertama, melakukan rekrutmen yang berbasis rekam jejak.
"Di mana salah satu elemennya adalah sejauh mana kader dan kandidat partai dalam pemilu harus dipastikan bersih dari tindak KKN. Kalau kita ingat pada pemilu lalu, sempat ada kontrovesi ketika partai mencalonkan mantan napi korupsi dan hal-hal seperti ini tidak seharusnya dilakukan partai," ungkapnya.
BACA JUGA:
Kedua, terkait rekruitmen ini, partai harusnya bisa menghindarkan diri dari praktik dinasti politik. Apalagi hal tersebut dapat berdampak pada perbuatan korup.
Ada pun cara yang bisa dilakukan untuk menghindari dinasti politik adalah dengan melakukan rekruitmen secara terbuka.
"Ketiga, pendidikan politik antikorupsi yang konsisten harus dilakukan kepada seluruh kader," tegas Puput.
Terakhir, partai juga harus menerapkan aturan yang lebih ketat terhadap kader yang terjerat korupsi.
Sementara untuk sistem pemilu, pemerintah dinilai harus memikirkan sejumlah cara agar biaya politik dapat ditekan. Penyebabnya, politik berbiaya tinggi memang menjadi salah satu alasan kepala daerah bisa terjerumus dalam praktik korupsi.
"Harus ada juga langkah yang diperbaiki secara lebih menyeluruh untuk sistem pemilunya, misalnya membuat pemilu berbiaya murah agar orang yang terpilih dalam pemilu tidak berupaya menebus biaya pemilu tinggi dengan korupsi," ujar Puput.
"Yang perlu dilakukan adalah dengan mengevaluasi secara menyeluruh sistem pemilu dan membuka ruang revisi undang-undangnya. Apa hal teknis yang perlu direvisi ada banyak hal, misalnya mengubah besaran daerah pemilihan," pungkasnya.