PM Thailand Prayuth Chan-ocha Bersumpah Tak Mundur Meski Tekanan Makin Kuat
PM Thailand Prayuth Chan-ocha (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-ocha dengan tegas menolak tuntutan mundur. Penegasan itu disampaikan Prayuth dalam sesi parlemen yang ia gelar untuk membahas demonstrasi dan protes berbulan-bulan yang berhasil menghancurkan tabu kritik pada penguasa.

Selain meminta Prayuth mengundurkan diri, gelombang protes juga menyerukan reformasi monarki. “Saya tidak akan lari dari masalah. Saya tidak akan meninggalkan tugas saya dengan mengundurkan diri pada saat negara sedang bermasalah,” kata Prayuth, dikutip Reuters, Rabu, 28 Oktober.

Mantan penguasa angkatan darat itu menyampaikan hal tersebut kepada majelis yang seluruhnya dipilih oleh junta lamanya. Pernyataan itu turut menjawab tudingan anggota parlemen oposisi yang meminta Prayuth berhenti sembunyi di balik proklamasi kesetiaan pada monarki.

Para pengkritik juga mengatakan Prayuth telah merekayasa pemilu tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang dia rebut pada 2014. Namun Prayuth mengatakan Pemilu 2019 sudah digelar dengan seadil mungkin. 

Prayuth juga mengatakan setuju membentuk komite yang memelajari masalah saat ini, yang merujuk pada aksi unjuk rasa besar-besaran. Prayuth berkata Saya tidak tahu dengan siapa saya harus berbicara karena tidak ada pemimpin. Mereka semua adalah pemimpin.

Salah satu pemimpin protes, Tattep “Ford” Ruangprapaikitseree menilai sidang parlemen tidak berguna. Beberapa pemimpin demonstrasi, termasuk di antaranya puluhan orang yang ditangkap Oktober di bawah tindakan darurat yang kini telah dibatalkan.

Demo penghancur tabu kritik

Pertunjukan dukungan oleh para royalis sejauh ini jauh lebih kecil daripada yang ditunjukkan oleh pengunjuk rasa anti-pemerintah. Istana Raja Maha Vajiralongkorn tidak berkomentar sejak dimulainya protes yang telah menghancurkan tabu tentang kritik terhadap monarki.

Lebih dari seribu orang berkumpul dengan kemeja kuning di taman pusat Bangkok pada Selasa, 27 Oktober untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap monarki. "Kami ingin menunjukkan dukungan dan dorongan kepada Yang Mulia," kata Thatchapan Boriphet, seorang peserta aksi. "Saya netral secara politik tetapi saya tidak tahan jika ada pelanggaran terhadap monarki."

Protes yang telah membawa puluhan ribu orang turun ke jalan sejak pertengahan Juli adalah tantangan terbesar selama bertahun-tahun. Selama ini kekuasaan telah lama didominasi oleh orang kalangan militer yang dekat dengan Istana Kerajaan.

 

Baru-baru ini, para pengunjuk rasa juga menuduh raja terlibat politik dan berkumpul di Kedutaan Jerman untuk mencari penyelidikan apakah dia menggunakan kekuatannya selama tinggal lama di Jerman. Pihak Jerman menyatakan bahwa anggapan tersebut sesuatu yang tidak dapat diterima.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan Jerman akan terus menyelidiki perilaku Raja Maha Vajiralongkorn yang cenderung menghabiskan waktu lama di Bavaria, Jerman. “Kami memantau ini untuk jangka panjang,” kata Maas. “Ini akan memiliki konsekuensi langsung jika ada hal-hal yang kami nilai ilegal.”