Tahun Ajaran Baru, Pelajar SMA di Sulteng Dapat Pelajaran Alat Peraga Fenomena Gempa Bumi
Alat pendeteksi likuefaksi pertama di Indonesia yang dihasilkan dari Universitas Tadulako. (ANTARA/HO- dok Pribadi)

Bagikan:

SULTENG - Pembelajaran alat peraga alarm likuefaksi di tingkat sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi di Sulawesi Tengah (Sulteng) akan dimulai pada semester ganjil tahun ajaran 2022/2023.

"Rencananya pembelajaran akan dimulai pada semester ganjil tahun ajaran 2022/2023," kata dosen pembimbing mahasiswa program studi pendidikan fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Sahrul Saehana di Palu, Senin 20 Juni.

Menurut Sahrul, alat peraga alarm likuefaksi dapat digunakan pada pembelajaran geografi di SMA. Alat tersebut dapat menerangkan fenomena gempa bumi disertai likuefaksi.

Sementara pada pembelajaran di perguruan tinggi akan diajarkan pada beberapa mata kuliah yang relevan seperti ilmu alamiah dasar, kajian lingkungan hidup serta fisika bumi dan antariska.

Dalam pembelajaran di kelas alat ini dapat digunakan secara langsung sehingga siswa atau mahasiswa dapat mengamati kedua fenomena tersebut.

"Pembelajaran ini juga dapat diamati melalui video atau tayangan yang ada," ucapnya melansir Antara.

Sahrul mengatakan hak intelektual desain dan penemuan alat ini telah dilindungi oleh Undang-Undang karena telah didaftarkan melalui sentra Kekayaan Intelektual Universitas Tadulako ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 30 Desember 2020 sebagai paten sederhana.

"Usulan tersebut dalam proses pemeriksaan substansi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Diharapkan permohonan invensi bernomor S00202010788 dapat dikabulkan sehingga penemu atau investor bisa memperoleh sertifikat paten sederhana," terangnya.

Kata Sahrul, alat peraga alarm likuefaksi dianggap penting dijadikan pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi karena diharapkan dapat menjadi media belajar bagi siswa dan mahasiswa terkait proses terjadinya gempa bumi, cara menghadapi serta melakukan mitigasi ketika terjadi peristiwa.

Hal ini dilakukan agar dampak dan korban bencana alam dapat dikurangi apabila peristiwa tersebut berulang di masa mendatang.

"Siswa akan dijelaskan cara pembuatannya, edukasi untuk membuat alat ini akan dilakukan sehingga terampil menghasilkan karya-karya inovasi lanjutan atau penyempurnaan dan melahirkan inovasi lainnya," demikian Sharul.