Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Anggara Wicitra Sastroamidjojo mengaku heran lantaran sampai saat ini revisi studi kelayakan atau feasibility study Formula E belum juga diungkap oleh Pemprov DKI.

Padahal, gelaran Formula E Jakarta sudah terlakasana pada 4 Juni lalu. Dokumen studi kelayakan yang direvisi tersebut juga sudah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Revisi studi kelayakan sampai sekarang belum diterima DPRD. Padahal, dalam LHP BPK dikatakan dokumen tersebut sudah ada. Ini aneh padahal kami sudah meminta studi kelayakan ini dari tahun lalu. Dari situ kita bisa tau perhitungan untung rugi dan dampak ekonomi dalam kondisi pandemi. Mengapa harus disembunyikan?" kata Anggara kepada wartawan, Senin, 20 Juni.

Padahal, menurut Anggara, DPRD perlu mengetahui transparansi mengenai perhitungan pengeluaran dan pemasukan berupa keuntungan serta dampak ekonominya.

Belum lagi, dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas terhadap laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun 2021, terungkap bahwa biaya commitment fee sesuai hasil renegoisasi PT Jakpro bukanlah Rp560 miliar.

LHP BPK mengungkapkan biaya commitment fee yang sesungguhnya sekitar Rp653 miliar atau 36 juta poundsterling. Hal ini ditemukan BPK dalam dokumen revisi studi kelayakan atau feasibility study yang disusun ulang oleh Jakpro.

Dalam dokumen itu, disebutkan masih ada kekurangan pembayaran commitment fee senilai Rp90,7 miliar atau setara dengan 5 juta poundsterling. Kesepakatannya, PT Jakpro akan membayar kekurangan tersebut dari dana perusahaan tanpa menggunakan APBD. Temuan ini, menurut Anggara, harus bisa dijelaskan.

"Ada rekam jejak digitalnya PT Jakpro pernah menyatakan commitment fee untuk tiga tahun adalah Rp560 miliar, sekarang faktanya harus bayar Rp90,7 miliar lagi. Belum tentu Jakpro bisa bayar karena tahun 2019 dan 2020 rugi," ungkap Anggara.