Bagikan:

JAKARTA - China sukses mengurangi polusi udara hampir sebanyak dalam tujuh tahun seperti yang dilakukan AS dalam tiga dekade, membantu menurunkan tingkat kabut asap global rata-rata dalam prosesnya.

Jumlah partikulat berbahaya di udara di China turun 40 persen pada tahun 2013 hingga 2020, menurut Institut Kebijakan Energi Universitas Chicago, yang akan menambah sekitar dua tahun harapan hidup rata-rata jika dipertahankan.

Kendati demikian, kabut asap di sebagian besar negara itu masih secara signifikan melebihi tingkat yang aman, pengalamannya menunjukkan seberapa cepat kemajuan dapat dibuat, para peneliti termasuk Profesor Michael Greenstone mengatakan dalam sebuah laporan yang diterbitkan 14 Juni lalu.

"Keberhasilan China dalam mengurangi polusi adalah indikasi kuat dari peluang yang dapat terbentang di depan bagi negara-negara lain, jika mereka menerapkan kebijakan polusi yang kuat, seperti yang mulai dilakukan beberapa negara," kata para peneliti, seperti melansir Time 14 Juni.

Keberhasilan China, yang dipimpin oleh pembatasan penggunaan mobil dan

pembakaran batu bara di kota-kota besar, berlangsung cepat, dengan penurunan 40 persen dalam tujuh tahun, hampir menyamai penurunan 44 persen dalam polusi AS selama 30 tahun dari tahun 1970, setelah Clean Air Act yang terkenal ditetapkan.

polusi udara di Forbidden City, Beijing China
Ilustrasi Forbidden City di China. (Wikimedia Commons/Yinan Chen)

Namun, Beijing tetap tiga kali lebih tercemar daripada Los Angeles, kota paling berasap di AS, dan rata-rata nasional untuk partikulat udara enam kali lebih tinggi dari yang direkomendasikan WHO.

Terpisah, dalam laporan tahunan yang diterbitkan Mei lalu, otoritas China melaporkan kondisi lingkungan, termasuk kualitas udara di negara itu terus membaik sepanjang tahun 2021, tahun perdana Rencana Lima Tahun ke-14 (2021-25) berkat upaya negara itu untuk mengalahkan polusi udara dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, otoritas lingkungan mencatat bahwa upaya masih diperlukan untuk lebih memperkuat perbaikan ini, karena masalah masih tetap ada seperti kualitas udara perkotaan yang masih dipengaruhi oleh faktor meteorologi tertentu.

Sebanyak 339 kota di China rata-rata menikmati 87,5 persen hari dengan kualitas udara yang baik pada tahun 2021, meningkat 0,5 persen dari tahun sebelumnya, menurut China Environment Report 2020 yang diterbitkan oleh Kementerian Ekologi dan Lingkungan (MEE), melansir Global Times 26 Mei.

Di antara polutan utama, kepadatan PM2.5 ditemukan pada tingkat 30 mikrogram per meter kubik pada tahun 2021, penurunan 9,1 persen tahun-ke-tahun. Kepadatan O3 telah menurun menjadi 137 mikrogram per meter kubik, turun 0,7 persen dari tingkat 2020, menurut laporan itu.

Kota-kota di wilayah Beijing-Hebei-Tianjin di Cina Utara mengalami 67,2 persen hari dengan kualitas udara yang baik pada tahun 2021, sementara di Beijing persentasenya adalah 78,9, 2,1 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

ilustrasi pabrik di China
Ilustrasi kemacetan di China. (Wikimedia Commons/Australian cowboy)

Emisi karbon per 10.000 yuan dari PDB juga turun 3,8 persen dari tingkat 2020, menurut laporan itu.

"Prestasi yang telah kami buat harus terus diperkuat karena masih ada beberapa masalah," kata Jiang Huohua, kepala Departemen Pemantauan Ekologi dan Lingkungan di MEE pada konferensi pers.

"Misalnya, kualitas udara perkotaan masih belum bisa menghilangkan efek dari faktor meteorologi," sambungnya.

Menurut laporan itu, suhu rata-rata di China adalah 10,53 C pada tahun 2021, 1 C lebih tinggi dari rata-rata, dan tertinggi sejak 1951. Sementara itu, curah hujan rata-rata negara itu adalah 672,1 mm, 6,7 persen lebih tinggi dari biasanya.

Tanpa penurunan China, dunia akan melihat tingkat polusi rata-rata meningkat sejak 2013 bukannya turun, kata para peneliti. Itu karena memburuknya kualitas udara di negara-negara industri di Asia Selatan dan Tenggara serta Afrika Tengah.

Diketahui, sekitar 97 persen populasi dunia tinggal di daerah di mana kualitas udara biasanya lebih buruk daripada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menurut para peneliti. Kabut asap mengurangi harapan hidup global lebih dari merokok, alkohol atau sanitasi yang buruk, kata mereka.

Bahkan di AS dan Eropa, yang telah memerangi polusi selama beberapa dekade dan menyumbang hanya 4,1 persendari beban kesehatan global dari partikulat udara, lebih dari 90% orang tinggal di daerah yang tidak memenuhi pedoman WHO, yang diperketat.