JAKARTA - Terletak di sebuah lembah di Chili tengah dekat danau dan pegunungan berselimut salju, terdapat sebuah kota paling tercemar di dunia. Kota tersebut adalah Temuco. Berada di peringkat kualitas udara global paling rendah.
Kota-kota terkenal yang memiliki tingkat polusi tinggi, seperti Beijing dan New Delhi, memiliki populasi hampir seratus kali lipat dari Temuco. Selain itu, kota-kota tersebut mengalami polusi yang buruk akibat asap kendaraan dan aktivitas pabrik.
Temuco berbeda. Kontaminasi udara di Temuco tak berasal dari aktivitas ekonomi, melainkan dari kemiskinan. Dari Juni hingga Agustus, suhu udara di Temuco turun hingga empat derajat celsius. Masyarakat Temuco yang miskin tak punya pilihan selain membakar kayu untuk tetap hangat.
Dari jendela ruang tamunya, seorang warga bernama Patricia Bravo (60) mengatakan ia terkadang hanya melihat setengah blok jalan di Temuco. Sisanya adalah asap abu-abu.
"Seperti tinggal di kota dengan kabut permanen, kecuali asap cerobong asap," kata Bravo, dilansir SCMP, Selasa, 21 Juli.
Bravo telah tinggal di Temuco sejak kecil. Dia terbiasa menghadapi keadaan di mana matanya begitu gatal dan bau asap di ruang tamunya. Bahkan, cerobong jendelanya tertutup asap dari cerobong di rumahnya.
Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg Green dan OpenAQ, Temuco memiliki kualitas udara terburuk di dunia, setidaknya selama lima hari dalam delapan minggu terakhir. 25 dari 30 kota paling tercemar di Amerika Selatan berada di Chili, menurut laporan tahunan 2019 perusahaan konsultan Swiss, IQAir.
Seiring udara yang semakin memburuk, berbagai penyakit dan gangguan kesehatan pun muncul. Seorang dokter bernama Fernando Lana menceritakan pengalamannya dalam 40 tahun bekerja sebagai ahli jantung di Temuco.
"Hampir ada korelasi sempurna antara tingkat kontaminasi dan kunjungan ke dokter untuk penyakit jantung atau gagal jantung," kata Lana.
Tren ini sangat meresahkan tahun ini. COVID-19 yang begitu cepat menyebar di Amerika membuat keadaan memburuk bagi warga dan pejabat kesehatan di Chili. Lebih dari 3,6 juta orang telah terinfeksi oleh penyakit yang berpotensi mematikan di Amerika Latin.
Pada April, Temuco menjadi salah satu kota di Chili yang dikarantina. Memaksa semua orang tinggal di dalam rumah diyakini membuat polusi dari perapian rumah tangga meningkat.
Pembakaran kayu menciptakan partikel-partikel dan mikroskopis, yang menurut penelitian berakhir di hampir setiap organ tubuh. Hal itu meningkatkan risiko masalah jantung, stroke, asma, pneumonia, dan kanker paru-paru.
BACA JUGA:
Sebuah studi yang diterbitkan pada April dan diperbarui Mei oleh Universitas Harvard menemukan peningkatan paparan terhadap partikel kecil hanya 1 mikrogram per meter kubik. Partikel tersebut meningkatkan tingkat kematian COVID-19 sebesar 8 persen.
Sebuah laporan otoritas Kota Temuco dan Universidad de la Frontera mengaitkan penurunan mendadak suhu dan peningkatan polusi udara dengan naiknya kasus COVID-19 yang dilaporkan setiap hari pada akhir Maret. Sejak karantina dicabut pada April, jumlah kasus COVID-19 melambat.
Temuco menyumbang 67 dari lebih dari tujuh ribu kematian akibat COVID-19 di Chili sejak pandemi dimulai, menurut data dari Kementerian Kesehatan Chili. Pemerintah Chili khawatir dengan lonjakan pencemaran udara yang berkala luas di Chili selatan.
Mereka akhirnya membuat kebijakan menurunkan tagihan listrik sehingga lebih banyak warga yang menggunakan penghangat listrik daripada menggunakan kayu bakar. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Energi Chili Juan Carlos Jobet. Tapi itu akan memakan waktu dan kemungkinan tidak akan memengaruhi kebiasaan musim dingin ini.