JAKARTA - Koalisi Bersihkan Indonesia (KBI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas vonis bebas bos PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Tbk (PT BLEM), Samin Tan.
Koalisi yang terdiri dari Auriga, YLBHI, PWYP Indonesia, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) ini juga mendesak agar KPK kembali melakukan eksaminasi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut.
"Koalisi Bersihkan Indonesia mendorong agar KPK melakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung," kata Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter yang dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 20 Juni.
Langkah hukum ini, sambung Lalola, bisa dicoba meski Mahkamah Konstitusi (MK) pernah melarang penuntut umum mengajukan PK.
Namun, sebelum upaya hukum ini dilakukan, komisi antirasuah diminta lebih dulu melakukan eksaminasi dari putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta hingga Kasasi.
Tak hanya itu, koalisi ini juga mendorong agar Mahkamah Agung melakukan eksaminasi terhadap putusan Samin Tan. Selain itu, Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung juga memantau putusan ini.
"KY dan Badan Pengawas Mahkamah Agung mengambil langkah tegas jika ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh majelis hakim tingkat pertama maupun kasasi," tegasnya.
Usaha Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk menjerat pengusaha tambang itu gagal dilakukan. Pengajuan kasasi ini dilakukan setelah Samin Tan divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Amar putusan tolak," demikian dikutip dari situs tersebut.
Kasasi yang diajukan JPU KPK itu teregister dengan nomor 2205 K/PID.SUS/2022 dan masuk ke MA pada 1 April.
Adapun di tingkat pertama, Samin Tan dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan sebelum akhirnya diputus bebas.
Dalam pertimbangan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang terdiri atas Panji Surono, Teguh Santoso, dan Sukartono menyatakan bahwa perbuatan pemberi gratifikasi belum diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BACA JUGA:
Sebelumnya, KPK menyebut pihaknya menghormati putusan Mahkamah Agung yang menguatkan vonis Bebas Samin Tan. Tapi, di sisi lain, komisi antirasuah menilai putusan ini jadi preseden buruk.
"Kami hormati putusan pengadilan namun tentu dapat menjadi preseden buruk manakala pertimbangan-pertimbangan pengadilan tidak melihat aspek modus korupsi yang begitu kompleks sehingga penegakan hukum tidak hanya atas dasar text book semata," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 17 Juni.
Penegakan hukum, sambung Ali, harusnya dilakukan dengan perspektif luar biasa. Apalagi, KPK telah bekerja keras untuk membuktikan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Samin Tan.
Ali mengatakan segala bukti juga sudah disiapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dan dihadirkan dalam proses persidangan, baik di tingkat pertama hingga kasasi.
"Mulai dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti elektronik, percakapan-percakapan yang sudah sangat jelas. Kami hadirkan dan simpulkan dalam sebuah analisa hukum," tegasnya.
"Tentu jika kemudian Mahkamah Agung berpendapat lain, kami hargai. Akan tetapi kami juga ingin menyampaikan bahwa di dalam upaya pemberantasan korupsi utamanya dalam penindakan atau penanganan perkara tentu dibutuhkan komitmen bersama bahwa korupsi itu adalah kejahatan yang luar biasa," pungkas Ali.