Bagikan:

JAKARTA – Pembangunan dan pelebaran trotoar di jalan Juanda, Jakarta Pusat, dinilai tidak tepat dan meresahkan para pengusaha kuliner. Jumat sore, 17 Juni mereka yang tergabung dalam komunitas pengusaha kuliner Jalan Juanda dan warga sekitar menggelar aksi unjuk rasa di Jalan Juanda Raya.

Mereka menolak kebijakan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang akan melebarkan trotoar Jalan Juanda.  Para pengusaha tersebut dengan tegas mengeluarkan pernyataan menolak pelebaran trotoar yang akan mengakibatkan penyempitan jalan dan berdampak bangkrutnya usaha mereka.  

Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk di Jalan Juanda atau pada posisi seberang Istana Kepresidenan tersebut.

“Kami menolak secara tegas pelebaran trotoar karena akan mengancam usaha kami yang baru saja lepas dari Pandemi Covid-19,” ujar Ketua Komunitas Pengusaha Kuliner Juanda, Eko Sriyanto Galgendu.

Para pengusaha kuliner itu berada di sana sudah biasa menjamu para tamu baik dari Mabes TNI Angkatan Darat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan lainnya.

Rencana pelebaran trotoar yang dilaksanakan Dinas Bina Marga di sekitar ring satu Istana Kepresidenan, menurut Eko akan mengakibatkan penyempitan jalan dan berkurangnya jumlah parkir kendaraan.

“Penyempitan jalan akan menjadikan dampak kemacetan, padahal salah satu janji Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta adalah mengatasi kemacetan," kata Pengusaha asal Kota Solo ini.

Dia mengungkapkan, selama ini dari pertigaan Pecenongan hingga Stasiun Juanda kurang lebih 100 kendaraan yang parkir di pinggir jalan.

“Tempat parkir di kawasan tersebut juga dimanfaatkan oleh Pemda, Kemendagri, Istana Negara, Kemenkumham untuk kegiatan. Bahkan, Jalan Juanda Raya dijadikan jalan alternatif ketika ada demo,” katanya.

Eko Galgendu menegaskan jika Pemprov DKI Jakarta atau Kepala Dinas Bina Marga memaksakan untuk tetap mengerjakan pelebaran trotoar, hampir 40 persen para pengusaha kuliner akan jatuh pailit dalam waktu sekitar 2-3 bulan.

Pihaknya berharap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Kepala Dinas Bina Marga, Harry Nugroho untuk datang ke Jalan Juanda guna mendengar langsung keluhan para pengusaha kuliner. Mereka diminta jangan hanya mendengar laporan dari bawahan dan menganggap laporannya itu suatu kebenaran.

Pemilik Restoran Ayam Ancur ini mengungkapkan, usaha kuliner di Jalan Juanda sudah berdiri sejak masa pemerintahan Bung Karno hingga Presiden Jokowi ini. Dia menyebutkan, bila rencana pelebaran trotoar itu tetap berjalan maka itu sama saja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingkar janji.

“Kami berharap Bapak Anies konsisten dengan programnya yaitu harum kotanya, bahagiakan warganya. Jangan sampai kemudian bangun kotanya menyengsarakan warganya,” cetusnya.

Eko pun menjelaskan, memang sudah ada pertemuan dengan Wali Kota Jakarta Pusat dan jajarannya. Mereka berjanji akan membawakan aspirasi ini ke Pemprov karena memang yang memiliki proyek ini adalah Pemprov. Namun setelah dua minggu usai pertemuan tersebut tidak ada kelanjutan.

Eko menambahkan, pengusaha seharusnya bisa berbahagia karena pandemi COVID-19 sudah melandai. Sehingga membuahkan harapan perekonomian segera bangkit kembali.

“Tetapi, dengan adanya pelebaran trotoar ini membuat harapan kami redup kembali. Menurut informasi yang kami dapat, pelebaran trotoar akan digunakan untuk lajur sepeda, padahal sehari-harinya jarang sekali ada pesepeda melintas," tuturnya.

Pendapat senada dikatakan Manajer Restoran Happy Day, Rofik yang berharap Pemprov DKI meninjau ulang rencana pelebaran trotoar dan penyempitan jalan karena berdampak terhadap kelangsungan hidup restoran dan juga karyawan yang jumlahnya ratusan orang.

"Dampak pelebaran trotoar dan penyempitan jalan akan merugikan pengusaha karena lahan parkir yang berkurang akan menurunkan omset perusahaan yang akan berdampak pada pengurangan karyawan," ujar Rofik.

Sementara itu, Fida pemilik Soto Madura Juanda menegaskan menolak pelebaran trotoar dan penyempitan jalan. Karena selama ini dengan parkir yang maksimal saja tidak cukup. 

“Karena parkiran di Juanda bukan dimonopoli oleh kita saja tapi banyak instansi pemerintah yang berkantor di daerah ini parkir di situ. Itu pun kami sudah kewalahan,” katanya.

Dia mengatakan, bahwa di Jalan Juanda sekitar 98 persen menggunakan kendaraan pribadi. Sedangkan pejalan kaki dan pengguna sepeda bisa dihitung dengan jari. 

“Kebetulan banyak pejabat pemerintah yang makan di tempat kami karena kedekatan lokasi. Kami minta tolong bagi pejabat berwenang pakai hati nurani, jangan hanya perencanaan untuk memperindah jalan,” katanya.

Iril Sahbirin dari Restoran Padang Sederhana menegaskan, dengan perluasan trotoar tentu akan membuat jalan semakin sempit dan otomatis akan membuat jalan semakin macet parah. Hal ini, menurutnya, tentu membuat orang akan enggan untuk singgah makan di tempat itu.

“Trotoar belum jadi saja omset kami menurun. Kita tidak bisa bayangkan bagaimana kalau sudah terjadi pelebaran trotoar dan penyempitan jalan, yang jelas jalan akan macet parkir tidak ada, tentu biaya operasional di ring 1 sangat besar sekali," ujarnya.

Dia berharap kepada Gubernur DKI untuk mengkaji ulang perencanaan ini karena sangat berdampak pada pengusaha restoran di sepanjang Jalan Juanda.