Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meminta para terduga pelaku bullying seorang siswa MTs di Kotamobagu, Sulawesi Utara, hingga meninggal dunia tak hanya diseret ke jalur hukum.

Sembilan terduga pelaku yang merupakan teman satu sekolah korban ini, kata Retno, juga perlu mendapat rehabilitasi psikologis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) setempat.

"Kesembilan anak terduga pelaku berhak mendapatkan rehabilitasi psikologis agar anak-anak pelaku menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi perbuatannya," kata Retno dalam keterangannya, Kamis, 16 Juni.

Retno memandang, penganiayaan siswa berusia 13 tahun ini merupakan kesalahan yang tidak berdiri sendiri, namun dipengaruhi kuat oleh lingkungannya, baik dalam pengasuhan dalam keluarga maupun pergaulan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.

Perundungan fisik semacam ini, lanjut Retno, umumnya tidak terjadi tiba-tiba, namun proses yang panjang, biasanya didahului dengan bully verbal, kemudian terus meningkat sampai terjadi kekerasan fisik sebagaimana dalam kasus ini.

Karena itu, Retno meminta Kementerian Agama melakukan evaluasi terhadap Mts tersebut dan juga membuat peraturan untuk mencegah kasus bully kembali terulang.

“Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum bagi Kementerian Agama untuk membuat peraturan Kementerian Agama RI terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingungan satuan pendidikan,” tutur Retno.

Sebagaimana diketahui, kasus penganiayaan tersebut dimulai saat korban akan ke musala untuk salat pada Rabu, 8 Juni. Ketika masuk ke musala, korban ditangkap dan dibanting ke lantai oleh teman-temannya. Kedua tangan korban dipegangi, wajah ditutup dengan sajadah dan tubuh korban ditendang.

Setelah peristiwa penganiayaan tersebut, korban sempat dibawa ke rumah sakit di Manado pada Sabtu, 11 Juni 2022. Sayangnya, nyawa korban namun tidak tertolong dan meninggal dunia pada 12 Juni 2022.

Kini, kesembilan terduga pelaku menjalani pemeriksaan di Polres Kotambagu. Saat ini, pemeriksaan telah ditingkatkan menjadi penyidikan. Terduga pelaku diduga melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.