Bagikan:

JAKARTA - Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah menolak permintaan Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin untuk menyatakan keadaan darurat sebagai tanggapan terhadap krisis COVID-19. Sultan Abdullah menganggap keadaan darurat tak diperlukan.

Dilansir Reuters, Senin, 26 Oktober, penolakan Sultan Abdullah merupakan kemunduran besar bagi Muhyiddin, yang menghadapi tantangan kepemimpinan dari pimpinan oposisi, Anwar Ibrahim. Pemerintahan Muhyiddin sendiri tak memercayainya. Dan Anwar Ibrahim belakangan mengklaim memiliki dukungan mayoritas di parlemen. 

Kritikus mengecam proposal yang diajukan Muhyiddin untuk keadaan darurat sebagai upaya mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan karena akan membantunya menghindari potensi pertikaian di parlemen. Kembali bertambahnya kasus COVID-19 dan ekonomi yang dilanda pandemi juga menambah kesengsaraannya.

"Al-Sultan Abdullah berpendapat bahwa pada saat ini Yang Mulia tidak perlu mengumumkan keadaan darurat di negara atau di bagian manapun di Malaysia," kata pernyataan dari pihak istana. 

"Yang Mulia yakin dengan kemampuan pemerintah di bawah kepemimpinan perdana menteri untuk terus menerapkan kebijakan dan upaya penegakan hukum untuk mengekang penyebaran pandemi COVID-19."

Selain itu, Sultan Abdullah juga menyerukan agar para politisi mengakhiri politik yang dapat mengganggu kestabilan pemerintahan. Sultan Abdullah juga mengatakan agar menyoroti pentingnya anggaran yang akan datang, yang dijadwalkan pemerintah pada 6 November.

Kegagalan Muhyiddin untuk memenangkan persetujuan DPR atas anggaran akan menjadi mosi tidak percaya terhadapnya, yang pada gilirannya dapat memicu adanya pemilihan. Muhyiddin mengatakan kabinet akan membahas penolakan raja atas permintaannya.

“Saya berterima kasih atas kepercayaan Yang Mulia pada pemerintah di bawah kepemimpinan saya dan menerima dengan baik nasihat bahwa stabilitas pemerintah tidak boleh terpengaruh,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Muhyiddin berada dalam posisi genting sejak dia menjabat sebagai PM Malaysi dari Maret dengan mayoritas dua kursi. Bulan lalu, Anwar Ibrahim mengatakan bahwa dengan bantuan para pembelot pemerintahan, ia memiliki mayoritas parlemen untuk membentuk pemerintahan baru.

Penolakan raja atas permintaan perdana menteri itu tidak biasa tetapi konstitusional, kata analis dan pengacara. Malaysia adalah monarki konstitusional di mana raja mengambil peran seremonial. Di bawah konstitusi, raja menjalankan tugasnya dengan nasihat dari perdana menteri dan kabinet. Hal ini juga memberinya hak untuk memutuskan apakah keadaan darurat harus diumumkan atau tidak, berdasarkan ancaman terhadap keamanan, ekonomi atau ketertiban umum.

New Sin Yew, seorang pengacara konstitusi, mengatakan bahwa jika Muhyiddin secara resmi menyarankan raja untuk memberlakukan keadaan darurat, raja akan diwajibkan untuk mematuhinya. Namun, pernyataan istana mengatakan PM telah mengirim "permintaan" kepada raja.

"Jadi hari ini, apa yang raja lakukan adalah memperingatkan terhadap proposal seperti itu, yang sepenuhnya merupakan haknya untuk melakukannya," kata New Sin Yew.