Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letnan Jenderal TNI Purn. Hinsa Siburian menjelaskan, serangan siber merupakan konsekuensi dari proses transformasi digital.

"Perlu disadari bahwa makin tinggi tingkat pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, maka akan berbanding lurus dengan tingkat risiko dan ancaman keamanannya," kata Kepala BSSN Letjen TNI Purn. Hinsa Siburian melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu 15 Juni.

Hinsa Siburian mengatakan, integrasi teknologi digital dalam setiap proses bisnis memang terbukti memunculkan layanan yang lebih cepat, mudah, dan murah.

Namun, di sisi lain, pemanfaatan teknologi digital tersebut juga memunculkan celah kerawanan yang memungkinkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab melakukan eksploitasi.

Makanya, keberadaan Computer Security Incident Response Team (CSIRT) yang merupakan kolaborasi antara BSSN bersama Kemenkum HAM, salah satu solusi mengatasi serangan siber.

"Ini penting dalam rangka mitigasi serangan dan insiden siber," kata dia dikutip dari Antara.

CSIRT akan memantau, menerima, meninjau, dan menanggapi laporan serta aktivitas insiden keamanan siber. Pembentukan tim ini bertujuan melakukan penyelidikan komprehensif dan melindungi sistem atas insiden keamanan siber yang terjadi pada sebuah organisasi.

Pembentukan CSIRT merupakan proyek prioritas strategis nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024 dengan target pembentukan sebanyak 131 CSIRT.

KUMHAM-CSIRT telah teregistrasi BSSN dengan nomor registrasi 069/CSIRT.01.01/BSSN/05/2022 tertanggal 12 Mei 2022 dan merupakan CSIRT organisasi Ke-77 yang teregistrasi di BSSN.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemenkumham Andap Budhi Revianto menyebutkan dalam 6 bulan terakhir, instansi itu mendapat serangan siber sebanyak 385.980 kali atau rata-rata 2.150 serangan per hari.