Kunci UMKM Indonesia Naik Kelas, Sfat Ahli Kementerian BUMN: Adaftif dan Inovatif
Ilustrasi. (Foto: SRC)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai, adaptasi dan inovasi merupakan faktor terpenting yang harus dimiliki pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) jika usaha di segmen ini ingin naik kelas.

Staf Ahli Bidang Keuangan dan Pengembangan UMKM Kementerian BUMN Loto Srianaita Ginting berujar, saat ini UMKM di Indonesia harus bisa untuk terus melakukan inovasi produk baru, inovasi proses penjualan, inovasi penjualan dari offline ke online hingga inovasi dalam hal manajemen.

Loto mengatakan, Kementerian BUMN selaku salah satu stakeholder dalam pengembangan UMKM sudah melakukan beberapa langkah strategis untuk membantu UMKM di Indonesia. Mulai dari pembangunan hub digital untuk UMKM hingga bantuan literasi dan kredit untuk UMKM yang bekerjasama dengan instansi BUMN seperti BRI.

"Kementerian BUMN membangun PaDI UMKM, yaitu sebuah hub Pasar Digital UMKM di mana para pelaku UMKM bisa memasarkan produknya melalui kanal PaDI. Selain itu, Kementerian juga menyediakan pengembangan digital kepada UMKM melalui Rumah BUMN sebanyak 244 unit di seluruh Indonesia, lalu penyediaan Digital Kredit UMKM, hingga pembangunan Mall Digital bersama BRI," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat 23 Oktober.

Selama ini, kata Loto, UMKM di Indonesia masih terjebak dalam permasalahan yang sama dan masih belum bisa tertangani secara menyeluruh. Menurut dia, permasalahan tersebut diperparah oleh kondisi pandemi COVID-19.

"Masalah UMKM di Indonesia yang membuat UMKM ketinggalan dari usaha besar yaitu karena modal yang terbatas, kesediaan bahan baku, distribusi dan pemasaran, perizinan dan adminstrasi, lalu pengelolaan keuangan yang masih konvensional, serta keterbatasan dalam berinovasi. Namun kini permasalahan tersebut semakin berat karena kondisi pandemi," jelasnya.

Sekadar informasi, hasil survei yang dilakukan Mandiri Institute dan Kementerian BUMN menyatakan bahwa ternyata UMKM yang lebih dahulu masuk ke ekosistem digital atau online lebih kuat terutama dalam masa sulit seperti sekarang. Bahkan, UMKM online memiliki daya tahan lebih dari 3 bulan dibanding UMKM offline.

Secara omzet UMKM online cenderung lebih stabil dimana hanya 6,6 persen UMKM yang mengalami penurunan omzet akibat COVID-19. Sedangkan UMKM offline sebanyak 70 persen-nya mengalami penurunan omzet lebih dari 50 persen.

Tak hanya itu, hasil riset tersebut juga memperlihatkan bahwa sebanyak 70 persen UMKM offline mengajukan restrukturisasi kredit dibandingkan UMKM online yang hanya di angka 43 persen saja.