PALEMBANG - Pemerintah Kota Palembang terkendala menghadapi penyakit mulut dan kuku (PMK). Pasokan obat untuk menyembuhkan sapi terpapar PMK di Palembang menipis.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palembang Sayuti mengungkapkan, saat ini ketersediaan obat hewan di tingkat distributor pusat sudah habis untuk memenuhi pasokan di Jawa.
Sementara stok obat di gudang penyimpanan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan juga dalam kondisi terbatas, lantaran disiapkan untuk kebutuhan di kabupaten kota lainnya.
“Ya, itulah kendalanya, sehingga dokter hewan terpaksa memberikan obat manusia seperti paracetamol dan amoxicillin ke sapi yang terpapar PMK itu sebagai langkah alternatif,” katanya di Palembang, dikutip dari Antara, Rabu 8 Juni.
Ia menjelaskan Pemerintah Kota Palembang sedang berkonsultasi dengan Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Balai Veteriner Lampung, dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) untuk segera mendapatkan pasokan obat tersebut.
Sebab ketiadaan stok obat-obatan tersebut menyebabkan jumlah sapi yang terpapar PMK di Palembang terus bertambah sejak sepekan terakhir ini, bahkan mencapai seribu ekor lebih.
“Kalau tidak segera diberikan obat-obatan tentu juga bisa mati, khususnya lagi wilayah paparan akan semakin luas seperti yang terjadi saat ini,” katanya.
Karena itu, kata Sayuti, Pemerintah Kota Palembang berjanjit akan terus berupaya menyelesaikan permasalahan PMK ini.
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumatera Selatan Jafrizal mengatakan, obat-obatan yang dibutuhkan tersebut di antaranya, antihistamin, vitamin dan penurun demam.
Setiap obat-obatan itu diharapkan bisa segera disediakan untuk mengefisiensikan upaya penyembuhan terhadap sapi terpapar PMK, yang sudah tersebar secara merata ke seluruh peternakan yang ada di Palembang.
Wilayah sebaran tersebut meliputi mulai dari peternakan sapi di kawasan Sekojo, Talang Jambe, Keramasan, Gandus, Sukawinatan, Sako, dan Sukajaya.
“Ya.. kondisinya kami menemukan selama satu pekan terakhir ini sudah banyak sapi yang terpapar PMK, dan ini sudah hampir merata di seluruh wilayah peternakan sapi di Kota Palembang,” katanya
Ia menambahkan banyaknya sapi yang terpapar itu dipengaruhi oleh ketidaktelitian para peternak dalam mendatangkan dari luar daerah dan longgarnya pembatasan lalu lintas angkutan ternak, di mana sapi yang didatangkan itu berasal dari daerah dalam kondisi tingkat paparan PMK-nya sedang tinggi termasuk diantaranya Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu (OKU).
Padahal para peternak sudah diimbau untuk memperketat pengecekan kesehatan sapi yang mereka pesan bahkan diwajibkan untuk tidak mendatangkan sapi dari luar daerah, yang tidak dilengkapi surat tanda sehat hasil pemeriksaan medis kedokteran.
“Jadi inilah dampaknya, kalau masih ada yang masukkan sapi diam-diam, misal dari Tanjung Raja, Ogan Ilir, yang tingkat paparannya tinggi. Sebab PMK inikan virus jadi bila satu saja sapi terjangkit maka akan cepat menyebar bahkan di radius 3 kilometer,” katanya.
BACA JUGA:
Maka dari itu, ia berharap kendala yang ditemukan di lapangan tersebut bisa direspons pemerintah supaya tidak terjadi kondisi yang fatal yakni kematian sapi secara massal, lalu berpengaruh pada kurangnya pasokan sapi untuk hari raya Idul Adha 1443 Hijriyah pada bulan Juli.
Sementara itu, Ketua Koperasi Peternak Sapi Usaha Lestari Palembang, Yani mengatakan, pihaknya mencatat secara keseluruhan data yang dihimpun dari para peternak ada sekitar 1.500 sapi yang terpapar PMK.
“Jumlah keseluruhannya ada sekitar 1.500 sapi, khusus untuk di daerah Sukajaya mulai dari Sukawinatan, Suak Bato, Ponorogo, hingga Talang Jering, ada 150 sapi terpapar PMK,” katanya.
Menurutnya, sebanyak 150 ekor itu terdiri dari jenis sapi biasa, bali, dan limosin yang disiapkan untuk sebagai hewan kurban.
“Termasuk didalamnya ada sebanyak 60 ekor sapi bali dan limosin yang saya pelihara satu tahun ini juga terpapar PMK karena tertular dari sapi peternak lain sekitar kandang saya,” demikian Yani.