Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja, telah ditetapkan tersangka terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong. Dalam kasus ini, dia dipersangkakan dengan pasal berlapis dan terancam pidana penjara maksimal 20 tahun.

"Sehingga, (Abdul Qadir Baraja, red) terancam minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun penjara," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E. Zulpan kepada wartawan, Selasa, 7 Juni.

Sanksi pidana ini karena Abdul Qadir Baraja dipersangkakan dengan Pasal 59 ayat 4 juncto Pasal 82 ayat 2 UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas.

Lalu, penyidik juga menggunakan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Penggunaan pasal itu karena Abdul Qadir Baraja yang merupakan pimpinan tertinggi Khilafatul Muslimin harus bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan para anggotanya.

Semisal, memprovokasi dengan cara menyebarkan berita bohong. Tujuannya, memperburuk citra pemerintah yang sah.

"Kegiatan yang tidak terpisahkan dari sebuah provokasi yang diucapkan dengan ucapan kebencian serta berita bohong yang dilakukan menjelekan pemerintahan yang sah, yang ada saat ini di negara kita," ungkapnya.

Kemudian, Khilafatul Muslimin juga berupaya menawarkan masyarakat untuk mengganti ideologi negara dengan iming-iming kemakmuran dan kesejahterahan.

Padahal, hal itu sangat melanggar aturan karena bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

"Jadi dalam hal ini, kami Polda Metro Jaya tidak hanya menyidik konvoi semata, tapi tindakan-tindakan ormas yang bertentangan dengan ideologi negara yaitu Pancasila," kata Zulpan.

Abdul Qadir Baraja ditangkap di wilayah Lampung. Dia diketahui merupakan pimpinan tertinggi kelompok Khilafatul Muslimin.

Selain itu, Abdul Qadir Baraja juga diketahui merupakan narapidana kasus terorisme. Sebab, dia terlibat dengan kelompok teroris Negara Islam Indonesia (NII).