Masih Penyelidikan, KPK Ogah Ungkap Alasan Periksa Bendum PBNU Mardani Maming
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata/Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming menjalani pemeriksaan selama 12 jam di KPK. Hanya saja, KPK tak mau banyak bicara perihal pemeriksaan itu.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya belum mau memerinci pemeriksaan terhadap Maming yang dilakukan Kamis, 2 Juni. Alasannya, saat ini proses penyelidikan dugaan tindak rasuah masih terjadi dan dia belum mendapat laporan dari anak buahnya.

"Saya sendiri belum dapat informasi dari teman-teman penyelidik," kata Alexander dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Juni.

KPK, sambung Alexander, akan menjelaskan dugaan korupsi itu pada waktunya. Termasuk, adanya dugaan kasus tersebut berkaitan dengan pemilik PT Jhonlin Baratama, Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.

"Maming ini prosesnya masih lidik (penyelidikan, red) jadi informasi itu (terkait Haji Isam) belum bisa kami buka. Kasusnya terkait apa, ya tentu itu akan didalami dalam proses penyelidikan," tegasnya.

Adapun usai diperiksa selama 12 jam pada Kamis, 2 Juni kemarin, Maming mengatakan dimintai keterangan terkait dugaan korupsi yang menjerat Haji Isam.

"Saya hadir di sini sebagai pemeriksaan pemberi informasi penyelidikan, tapi intinya, saya hadir di sini terkait permasalahan saya dengan Haji Samsudin atau Haji Isam, pemilik Jhonlin Group," kata Maming di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Juni.

Meski begitu, nama Maming sebenarnya pernah disebut menerima uang sebesar Rp89 miliar dalam persidangan dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu yang digelar di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Dugaan ini disampaikan adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio, Christian Soetio. Saat itu, Christian mengaku tahu adanya aliran dana kepada eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

Transfer uang tersebut berlangsung sejak 2014. Jumlah puluhan miliar rupiah itu, disebut sebagai jumlah yang dikutip berdasarkan laporan keuangan PT PCN.