JAKARTA - Pemerintah mencatat Indonesia memiliki potensi lahan sagu mencapai 5,5 juta hektare. Namun sayang, pemanfaatannya baru mencapai 5 persen.
Kementerian Perindustrian meminta agar potensi ini dimaksimalkan, karena jika tidak, Indonesia bisa kalah saing dengan negara tetangga. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita meminta, pelaku industri dapat memaksimalkan pemanfaatan lahan sagu yang ada di Indonesia, mengingat bahwa tanaman sagu bukan hanya komoditas yang dapat ditemui di Indonesia.
Dia menyebut, tanaman sagu juga bisa ditemui di negara-negara lain seperti Papua Nugini, Malaysia dan Filipina. Ketiga negara ini juga memanfaatkan tanaman tersebut sebagai pengganti beras.
"Ini menggelitik, karena kita harus hati-hati, jangan sampai sebetulnya lahan sagu yang ada di Indonesia segitu luas sampai jutaan hektar, tapi nanti pengembangan sagu dan industri sagu hilir/ downstream, jangan sampai negara-negara tersebut lebih maju dari Indonesia," tuturnya, dalam acara ‘Pekan Sagu Nusantara 2020’, Selasa, 20 Oktober.
Agus mengatakan, jika nantinya negara-negara tetangga tersebut lebih cepat mengembangkan sagu, yang dapat disalahkan hanya diri sendiri sebab tidak cepat dalam melihat peluang. Karena itu, dia mengajak, semua pihak untuk memaksimalkan lahan sagu.
"Jangan sampai nanti kita melihat kok dia duluan. Hanya kita yang bisa disalahkan kalau memang negara-negara yang sebetulnya ada sagu itu bisa mengembangkan lebih cepat dari kepentingan sagu atau industri sagu baik di hulu maupun hilir," katanya.
Sagu Potensial Gantikan Beras dan Jagung
Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono mengatakan, sagu merupakan sumber karbohidrat yang bisa disandingkan dengan beras dan jagung. Menurut dia, sagu memiliki potensi yang besar tapi masih kurang dikembangkan.
Momon mengatakan, luas lahan yang berpotensi ditanami sagu yakni sekitar 5,5 juta hektar. Namun, dari jumlah tersebut hanya 314.000 hektar lahan yang dimanfaatkan atau baru sekitar 5 persen.
"Itu pun dengan profitabilitas yang tidak terlalu tinggi, hanya 3,57 ton per hektar. Sebetulnya ini bisa ditingkatkan lebih dari 10 ton, tapi masih dalam penelitian," tuturnya.
Dari areal tanam seluas 314.000 hektar sebanyak 96 persen atau 302.000 hektar merupakan perkebunan rakyat. Sisanya, sebesar 4 persen merupakan pihak swasta.
Di sisi lain, kata Momon, dari lahan eksisting tersebut baru 41,44 persen tanaman yang memberikan hasil, sedangkan sebagian besar atau 54,82 persen merupakan tanaman yang belum menghasilkan.
BACA JUGA:
Untuk menangani persoalan tersebut, Momon berujar, beberapa kebijakan Kementan mendorong perluasan area tanaman sagu sehingga bisa seoptimal mungkin, bahkan mencapai 5,5 juta hektar.
"Lalu dengan meningkatkan produktivitas, yakni bagaimana menyediakan benih unggul, good agriculture practices, dengan pemupukan yang benar sehingga profitabilitas bisa meningkat," katanya.
Selain itu, kata Momon, Kementan akan menyediakan standar, pedoman, dan kriteria dalam rangka meningkatkan produktivitas. Serta meningkatkan kualitas dengan melalui fasilitasi sarana dan prasarana pengolahan sagu.
Namun, kata dia, perlu adanya bimbingan teknis. Tapi yang saat ini jauh lebih penting adalah diversifikasi pangan dari sagu. Tidak hanya untuk papeda, tetapi juga bisa untuk produk lain.