JAKARTA - Perum BULOG meluncurkan produk barunya berupa mi berbahan dasar dari sagu yang diberi nama Sago Mee Bulog pada Pekan Sagu Nusantara. Produk tersebut merupakan upaya diversifikasi pangan dengan mendorong pemanfaatan sagu sebagai salah satu sumber pangan.
Direktur Utama Perum BULOG Budi Waseso menjelaskan, produk ini hadir karena melihat fakta bahwa Indonesia memiliki potensi sagu yang sangat besar sekitar 85 persen dari luas sagu dunia yang tersebar di Sumatera, Maluku, Sulawesi, Papua termasuk Papua Barat dan dengan tingkat produktivitas yang sangat tinggi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, Perum BULOG akan menjadi promotor dan fasilitator produk dan hasil olahan sagu untuk mendukung program diversifikasi pangan agar terwujudnya ketahanan pangan.
"Kami yakin sagu dapat menjadi alternatif pangan yang menjanjikan dan dapat menjadi kunci ketahanan pangan ke depannya. Banyak keunggulan dari pangan sagu dan produk turunannya yang dapat menjadi faktor penguat agar pangan sagu dapat diminati oleh masyarakat Indonesia," katanya, dalam acara 'Pekan Sagu Nusantara 2020', Selasa, 20 Oktober.
Dalam mendukung industri sagu di Indonesia, kata Budi, Perum BULOG berencana melakukan pengembangan pabrik pengolahan sagu dan singkong di 20 titik dengan 9 titik yang menjadi prioritas. Konsep seperti smart village pun rencananya akan dikembangkan dengan melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Kekuatan pada jaringan hilir yang dikuasai BULOG melalui Jaringan Penjualan Penugasan (PSO) dan Jaringan Komersial akan mempermudah kita dalam melakukan penyebaran produk Mie Sagu (Sago Mee) ke seluruh Indonesia, kami akan pasarkan melalui metode penjualan daring lewat ipanganandotcom dan melalu jaringan Rumah Pangan Kita," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, potensi Indonesia yang kaya akan produksi sagu harus dimanfaatkan sebagai upaya pemerintah untuk mensukseskan program diversifikasi pangan. Di mana selama ini Indonesia masih sangat ketergantungan terhadap beras dan dapat memicu permasalahan ketahanan pangan nasional
"Produksi lahan sagu Indonesia adalah yang terbesar di dunia dan sangat melimpah di tanah Papua sehingga membutuhkan suatu gagasan untuk menciptakan alternatif pangan dil uar beras. Maka kami melalui kerjasama dengan berbagai pihak telah memulai pengembangan sagu," tutur Agus.
Dalam rangka komitmen penguatan pangan sagu pada acara Pekan Sagu Nasional ini juga dilakukan Penandatanganan MOU antara BULOG dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengenai komitmen pengembangan dan penerapan teknologi untuk pengelolaan pangan lokal.
BACA JUGA:
Selain itu juga dilakukan Penandatanganan MOU antara BULOG dengan PT Bangka Asindo Agri mengenai pengembangan pangan mandiri berbasis singkong dan sagu. MOU ditandatangani oleh Direktur Utama Perum BULOG, Kepala BPPT, Wakil Direktur Utama Perum BULOG dan Direktur Utama PT Bangka Asiando Agri yang disaksikan langsung oleh Menteri Perindustrian.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono mengatakan, sagu merupakan sumber karbohidrat yang bisa disandingkan dengan beras dan jagung. Menurut dia, sagu memiliki potensi yang besar tapi masih kurang dikembangkan.
Momon mengatakan, luas lahan yang berpotensi ditanami sagu yakni sekitar 5,5 juta hektar. Namun, dari jumlah tersebut hanya 314.000 hektar lahan yang dimanfaatkan atau baru sekitar 5 persen.
"Itu pun dengan profitas yang tidak terlalu tinggi, hanya 3,57 ton per hektar. Sebetulnya ini bisa ditingkatkan lebih dari 10 ton, tapi masih dalam penelitian," tuturnya.
Dari areal tanam seluas 314.000 hektar sebanyak 96 persen atau 302.000 hektar merupakan perkebunan rakyat. Sisanya, sebesar 4 persen merupakan pihak swasta.
Di sisi lain, kata Momon, dari lahan eksisting tersebut baru 41,44 persen tanaman yang memberikan hasil, sedangkan sebagian besar atau 54,82 persen merupakan tanaman yang belum menghasilkan.
Untuk menangani persoalan tersebut, Momon berujar, beberapa kebijakan Kementan mendorong perluasan area tanaman sagu sehingga bisa seoptimal mungkin, bahkan mencapai 5,5 juta hektar.
"Lalu dengan meningkatkan produktivitas, yakni bagaimana menyediakan benih unggul, good agriculture practices, dengan pemupukan yang benar sehingga profitas bisa meningkat," katanya.
Selain itu, kata Momon, Kementan akan menyediakan standar, pedoman, dan kriteria dalam rangka meningkatkan produktivitas. Serta meningkatkan kualitas dengan melalui fasilitasi sarana dan prasarana pengolahan sagu.
Namun, kata dia, perlu adanya bimbingan teknis. Tapi yang saat ini jauh lebih penting adalah diversifikasi pangan dari sagu. Tidak hanya untuk papeda, tetapi juga bisa untuk produk lain.