Bos Bulog Sebut Beras Bansos Berpotensi Diselewengkan
Dirut Perum Bulog Budi Waseso (Foto: Dok. VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengukapkan ada potensi penyelewengan bantuan sosial (bansos) beras 10 kilogram (kg). Kata dia, penyalahgunaan ini juga bisa dilakukan dalam berbagai bentuk.

Sekadar informasi, Perum Bulog sedang melakukan operisasi pangan melalui Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) serta penyaluran bantuan pangan kepada 21 juta keluarga penerima manfaat (KPM) berupa beras 10 kg per KK.

Saat ini penyaluran bansos masuk tahap kedua yang berlaku mulai September, Oktober, dan November tahun ini. Adapun total beras yang dibagikan Bulog dari program ini mencapai 640.000 ton.

“Kita ada bantuan pangan dari pemerintah kepada 21,3 juta KPM. Ini bisa juga terjadi penyalahgunaan, tapi penyalahgunaannya macam-macam ya,” katanya di kantor Bulog, Jakarta, Rabu, 18 Oktober.

Meski begitu, pria yang akrab disapa Buwas ini mengaku optimistis bahwa Satuan Pangan (Satgas) Pangan Polri dapat bekerja maksimal dan mampu mencegah terjadinya kejahatan tersebut.

“Ini ada pengawasan termasuk dari Satgas Pangan,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengukapkan trik atau cara main para mafia beras. Kata dia, para mafia ini memanfaatkan penyaluran beras premium secara curah yang dilakukan Perum Bulog. Beras tersebut kemudian dijual kembali.

Buwas sapaan akrab Budi Waseso menjelaskan mafia membeli beras premium dari Bulog dengan harga Rp8.300 per kilogram (kg). Kemudian beras tersebut dijual kembali dengan harga Rp12.000 hingga Rp13.000 per kg dengan menggnti kemasannya.

“Kerena beras yang disalurkan oleh Bulog itu adalah beras premium, yang terjadi kemarin itu kita salurkan dengan bentuk curah untuk mempercepat terdistribusinya beras itu kepada masyarakat. Ternyata itu digunakan untuk perdagangan untuk mendapatkan keuntungan,” katanya di kantor Bulog, Jakarta, Rabu, 18 Oktober.

Kata Buwas, praktik ini jelas menimbulkan kerugian. Misalnya, pemerintah yang kesulitan menekan harga beras hingga inflasi yang terkerek naik.

“Dampak jelas banyak negatifnya. Di sisi lain yang pertama adalah kita menekan harga enggak bisa terus kedua inflasi meningkat,” tuturnya.