Pj Kepala Daerah dari TNI atau Polri Bisa Tekan Konflik Politik Saat Pilkada 2024, Soal Netralitas?
Mendagri Tito Karnavian melantik Pj daerah Papua secara hybrid di Kantor Pusat Kemendagri Jakarta. (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik Endri Sanopaka menilai konflik politik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 dapat ditekan dengan dipilihnya penjabat (Pj) gubernur, wali kota hingga bupati dari kalangan aparat TNI dan Polri.

"Sisi positif kalau perwira tinggi TNI dan Polri menjabat sebagai penjabat kepala daerah, mereka memiliki kemampuan untuk mencegah dan meredam konflik politik, yang potensial terjadi saat pilkada," kata Endridi Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), Minggu 26 Mei.

Menurutnya, perwira tinggi TNI dan Polri memiliki pengalaman dalam mencegah dan menangani konflik di daerah. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji itu mengatakan aparat sudah terlatih dalam mencegah dan menangani konflik politik.

Maka dari itu, lanjut dia, Pj kepala daerah dari unsur TNI atau Polri dapat mengaplikasikan pengalamannya itu untuk mengawal birokrasi pemerintahan daerah agar tetap netral dalam menghadapi pilkada.

Salah satu penyebab konflik pilkada yang kerap terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kepri, yakni terdapat ASN yang tidak netral atau berpihak kepada kandidat tertentu.

"Saya pikir, perwira tinggi TNI dan Polri memiliki kemampuan dalam memetakan konflik pilkada sehingga dapat mencegahnya," ucapnya.

Endri mengemukakan sisi kelemahan perwira tinggi TNI dan Polri saat menjabat sebagai penjabat kepala daerah yakni mereka tidak berpengalaman memimpin pemerintahan daerah. Namun, kelemahan itu dapat ditutupi dengan kemampuan mereka dalam memimpin para birokrat di pemerintahan.

"Ada banyak pejabat di pemerintahan yang bekerja mengeksekusi program kerja yang telah ditetapkan. Penjabat kepala daerah cukup mengawasi dan mengaturnya agar pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga beliau bisa fokus mengawal penyelenggaraan pilkada tahun 2024," tuturnya.

Terkait persoalan netralitas perwira tinggi TNI dan Polri, Endri berpendapat, semestinya hal itu tidak diragukan lagi. Pertama, sejak awal berstatus sebagai TNI dan Polri wajib bersikap netral dan berpihak kepada rakyat untuk kepentingan negara. Kedua, anggota TNI dan Polri bukan pengurus partai dan tidak dibenarkan berafiliasi terhadap partai politik tertentu.

"Mereka sejak menyandang sebagai anggota TNI dan Polri, apa pun pangkatnya, tidak memiliki hak untuk menggunakan hak suaranya pada pemilu maupun pilkada," ujarnya.

Endri mengatakan keragu-raguan sejumlah pihak terhadap kinerja perwira tinggi ketika menjabat sebagai penjabat kepala daerah kemungkinan terkait intervensi atasan dari satuan asalnya. Namun, itu seharusnya dapat dinetralkan melalui komitmen dan sumpah jabatan ketika menjabat sebagai penjabat kepala daerah.

"Ketika menjabat sebagai kepala daerah semestinya menjadi pemimpin yang netral, tidak berpihak kepada satu kelompok atau partai tertentu. Menjadi warga sipil yang memimpin sementara daerah, yang harus bebas dari intervensi yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap pemerintahan," pungkasnya.