Bagikan:

JAKARTA - Kader Muhammadiyah sekaligus politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay, merasakan duka mendalam atas meninggalnya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii.

"Beliau memiliki tempat khusus di dalam hati sanubari saya. Tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa beliau adalah orang tua saya, guru saya, mentor dan senior saya di Muhammadiyah," ujar Saleh kepada VOI, Jumat, 27 Mei. 

Saleh mengaku banyak berinteraksi dengan Buya Syafii saat ulama besar itu masih menjabat sebagai ketua umum PP Muhammadiyah. Saleh mengaku pernah dipercaya oleh Buya untuk menjadi direktur program di Ma'arif Institute sebelum menjabat sebagai ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah.

"Beliau sering sekali memberi nasihat. Nasihatnya selalu tajam, genuine dan kritis. Arahnya, bagaimana agar kami generasi muda memiliki kepekaan tinggi terhadap dinamika sosial, ekonomi, politik di Indonesia," ungkap Saleh. 

Saleh terakhir berkomunikasi dengan Buya Syafii sebelum masuk rumah sakit. Waktu itu, kata Saleh, Buya memintanya membeli buku 'HAMKA & ISLAM: Reformasi Kosmopolitan di Dunia Melayu'. 

Selain karena sejalan dengan isu dunia Melayu yang juga menjadi tema penelitian Saleh, Buya juga ingin agar dirinya bisa membumikan profil Hamka dalam politik dan kehidupan sosial. Bahkan, kata Saleh, Buya berpesan kepada dirinya agar tetap di PAN tidak berpindah partai. 

"Itulah buya. Tidak pernah lupa pada kami. Selalu tulus memberi nasihat. Dulu, waktu banyak orang pindah-pindah partai, dia bilang ke saya. Kamu jangan loncat-loncat. Sekali di PAN tetap harus di PAN. Kalau pindah-pindah, itu menandakan sikap pragmatisme yang tidak berujung," beber Ketua Fraksi PAN DPR itu.

"Sekarang beliau telah wafat. Banyak warisan yang ditinggalkan. Karya tulis banyak yang sudah ditorehkan. Banyak sudah orang yang mengkaji pemikiran beliau dalam bentuk skripsi, tesis, bahkan desertasi. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Ini menunjukkan pengakuan luar biasa dari dunia akademisi atas kontribusi beliau bagi Indonesia," lanjut Saleh. 

Selain itu, Saleh mengatakan Buya Syafii adalah sosok yang sangat disegani. Bahkan tidak jarang, politikus datang secara khusus untuk meminta nasihat. 

"Seperti biasa, Buya akan menyampaikan nasihat secara tegas, lugas, dan bermartabat. Dia memberi nasihat bukan untuk mengharapkan sesuatu. Semuanya selalu dilakukan dengan ketulusan," katanya.

Sikap tulus tersebut, diakui Saleh, sudah terpatri sejak lama karena pengalaman hidup yang dijalaninya. Buya menganggap bahwa apa yang diraihnya hari ini jauh dari apa yang pernah dibayangkan sebelumnya karena dulu sangat susah. 

"Sampai-sampai, beliau pernah bilang seperti ini, 'Kalau bukan karena belas kasihan ombak, maka tidak mungkin saya terhempas ke tepian pantai', Begitulah ungkapan yang disampaikan untuk menggambarkan keprihatinan hidupnya," jelas Saleh. 

Saleh menambahkan, kecintaan Buya pada bangsa ini adalah bagian dari rasa syukurnya. Buya merasa bahwa berbagai ketidakadilan, kesenjangan, konflik dan kekerasan harus diakhiri. 

"Indonesia harus menjadi rumah bagi semua. Tidak boleh ada diskriminasi. Tidak boleh ada yang ditinggalkan. Semua harus diperlakukan sama, setara, dan adil," kata Saleh mengenang pesan Buya Syafii. 

Saleh meyakini, semua kontribusi pemikiran dan aktivitas Buya Syafii selama ini akan menjadi amal kebajikan. 

"Kami akan rindu padamu Buya. Banyak pekerjaan dan nasihatmu yang masih perlu di bumikan. Selamat jalan dan semoga Allah memberikan ridha dan ampun," tutur Saleh.