JAKARTA - Pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta fase 2A (Bundaran HI-Kota) dipastikan bakal molor karena adanya kendala paket kontrak.
Menurut Direktur Utama MRT Jakarta William P Sabandar, penundaan ini disebabkan oleh sejumlah hal akibat dampak pandemi COVID-19 yang membuat kontraktor kesulitan mempersiapkan lelang karena ketidakpastian aktivitas.
"Pembangunan MRT fase 2A ini mengalami perlambatan karena COVID-19. Di mana kontraktor meminta waktu tender dimundurkan dan juga beberapa hal terkait perizinan akses masuk karena pada saat pandemi, akses perjalanan dibatasi," kata William dalam konferensi pers secara daring, Senin, 19 Oktober.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, dia menjelaskan setidaknya kendala fase kedua ini dialami oleh pengadaan paket kontrak CP202 Harmoni-Mangga Besar, CP 205 sistem perkeretaapian dan rel, serta CP 206 untuk pengadaan kereta (rolling stock). Selain itu, faktor minimnya keterlibatan dan ketertarikan kontraktor Jepang yang menyebabkan posisi tawar khususnya untuk paket railway systems dan rolling stock menjadi sangat tinggi.
"Jadi tahapan operasional MRT Jakarta Fase 2A telah dibagi menjadi dua, yaitu segmen 1 Bundaran HI-Harmoni akan selesai direncanakan pada Maret 2025," ungkap dia.
Sementara, terkait tahapan operasional segmen 2 Harmoni-Kota kemungkinan akan bergeser ke pertengahan 2027 mendatang.
"Per 30 September 2020 lalu, paket kontrak CP 201 yang mengerjakan pembangunan terowongan dari Stasiun Bundaran HI sampai dengan Stasiun Harmoni serta membangun dua stasiun, yaitu Stasiun Thamrin dan Stasiun Monas telah mencapai 8,38 persen," ungkapnya.
Selain kendala mengenai pembangunan infrastruktur, William juga memaparkan ada kendala lain yang dihadapi terkait pembangunan fase ini. Termasuk kendala pengadaan kereta. Meski ada sejumlah penawaran yang dilakukan oleh MRT Jakarta, namun, William mengatakan produsen kereta Jepang tampaknya berminat mengambil pekerjaan di Indonesia.
Kesimpulan ini dia dapatkan saat market sounding pertama paket CP 206 pada 26 Februari lalu. Saat itu, MRT Jakarta menawarkan pekerjaan enam train set atau rangkaian kereta. Namun, market yang ada justru merespon ketidaktertarikan terhadap tawaran tersebut.
Begitu juga, saat penawaran kembali diajukan pada Juli-Agustus lalu. Meski sudah menambah jumlah rangkaian kereta mencapai 14 unit karena digabung dengan rencana fase 2B namun manufaktur dan perusahaan dagang juga merespon negatif dan menyatakan tidak tertarik dengan rencana pengadaan tersebut. Akibatnya, September lalu MRT Jakarta kemudian mengajukan permohonan kepada JICA.
"Kami bersurat kepada JICA meminta dukungan pemerintah Jepang untuk mendorong partisipasi market Jepang," tegasnya.
Kini, pihaknya tengah menunggu respon dari surat tersebut dan seanjutnya, pengadaan gabungan fase 2 dan 2B akan dilakukan dengan pendekatan Government to Government (G to G) mulai Oktober ini dan target memulai proyek akan dilaksanakan Desember 2020.
Adapun terkait alasan produsen Jepang enggan untuk ikut dalam tender ini, dijelaskan Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim terjadi karena beberapa hal seperti Tokyo Olympic 2020 yang membuat mereka fokus dengan hal tersebut. Selain itu, ada banyak proyek lain yang tengah dilakukan produsen kereta tersebut seperti membuat kereta yang akan dioperasikan di Manila, Filipina.
"Manila itu saja pesan 300 kereta dan juga ada beberapa proyek dan pemesanan dari US. Itu baru sebagian yang saya sebutkan dan membuat market Jepang occupied dan ditambah lagi order kita yang kecil lah, dibanding dengan order-ordernya mereka. Jadi itu membuat ketidaktertarikan mereka terhadap proyek MRT ini," pungkasnya.