Rawan Konflik Usaha Perkebunan, Warga Seruyan Kalteng Diedukasi Cara Sampaikan Aspirasi
Diskusi tentang Perbup Pengaduan Konflik Perkebunan di Sampit, Selasa 24 Mei. (ANTARA/Norjani)

Bagikan:

KALTENG - Sejumlah warga Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng), diberi edukasi tentang cara pengaduan konflik perkebunan sesuai regulasi dengan harapan bisa memperjuangkan hak-haknya sesuai aturan.

"Pemerintah Kabupaten Seruyan sudah membuat regulasi tentang cara pengaduan konflik perkebunan tapi masyarakat belum mengetahuinya sehingga kami mencoba mendorong agar masyarakat mengetahui dan aturan tersebut bisa dijalankan dengan baik," kata Ketua Palangkaraya Ecological and Human Rights Studies (Progress) Kalteng Kartika Sari di Sampit, dikutip dari Antara, Rabu 25 Mei.

Pemerintah Kabupaten Seruyan telah menerbitkan Peraturan Bupati Seruyan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengaduan dan Pengelolaan Data Konflik Usaha Perkebunan. Aturan ini dinilai bagus sebagai upaya pemerintah daerah memfasilitasi warga untuk memperjuangkan hak-haknya.

Untuk membantu itu, kata Kartika, Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari menyelenggarakan diskusi selama dua hari. Kegiatan yang dilaksanakan di salah satu hotel di Sampit ini dihadiri sejumlah perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Seruyan dan tokoh pemuda perwakilan sejumlah desa di Seruyan.

Kartika mengatakan kehadiran peraturan bupati tersebut dinilai bagus. Untuk itu pelaksanaannya perlu dikawal agar masyarakat bisa menyalurkan aspirasi dan perjuangan dengan baik dalam konflik perkebunan.

Menurutnya, konflik perkebunan kelapa sawit di Kalteng cukup tajam, terutama di Seruyan dan Kotawaringin Timur. Sebagai daerah yang mendeklarasikan pembangunan berkelanjutan, Seruyan harus menyikapi masalah ini secara serius agar konflik perkebunan bisa diselesaikan.

Pembangunan berkelanjutan, katanya, harus menghindari kerusakan lingkungan dan konflik antara masyarakat, perusahaan maupun pekerjanya. Kehadiran investasi seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk itulah, ujar dia, hadirnya peraturan bupati diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat dalam memperjuangkan hak mereka terkait konflik usaha perkebunan. Peraturan bupati tersebut harus disosialisasikan agar diketahui dan dipahami masyarakat.

Kartika mengatakan dari tujuh desa yang mereka dampingi, umumnya warga belum mengetahui tentang peraturan bupati terkait pengaduan dan pengelolaan data konflik usaha perkebunan tersebut.

"Makanya 'workshop' ini kita harapkan bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Harapannya ada komitmen dari dinas terkait sehingga tidak hanya menerbitkan, tapi kemudian bagaimana mereka betul-betul bisa memastikan itu bisa digunakan masyarakat," jelas Kartika.

Sarifudin, salah seorang warga menyampaikan terima kasih karena bisa mengikuti acara tersebut. Banyak pengetahuan yang didapat terkait cara pengaduan konflik usaha perkebunan.

"Melalui acara ini, kami bisa tahu bagaimana cara mengadukan masalah sesuai aturan. Ini sangat membantu kami dalam menyikapi masalah yang muncul. Kami meminta komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan aturan untuk melindungi hak masyarakat," demikian Sarifudin.