Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri menegaskan pihaknya memiliki bukti kuat terkait penetapan sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). 

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono mengatakan, salah satu buktinya adalah unggahan tersangka di media sosial. Dalam unggahan itu, mereka dinilai menghasut masyarakat yang berdampak pada demonstrasi berujung ricuh.

"Iya (ada bukti), kalau penyidik itu sudah menahan seseorang, menersangkakan seseorang, itu sudah tidak ada keragu-raguan lagi," ucap Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Jumat, 16 Oktober.

Dengan demikian, kata dia, penetapan tersangka ini bukanlah main-main. Dalam menetapkan tersangka, penyidik juga memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup. 

Dalam proses penyelidikan kasus ini tentunya Bareskrim sudah meminta keterangan dari ahli bahasa, ahli Informatika dan Transaksi Elektronik (ITE), dan ahli hukum pidana. 

Hanya saja, Awi tidak merinci soal sejauh apa cuitan para tokoh KAMI dapat mempengaruhi masyarakat untuk membuat kericuhan pada aksi demonstrasi menolak Undang-Udang Cipta Kerja.

"Itu kan suatu tugasnya penyidik untuk membuat konstruksi hukum. Sehingga, apa yang dikatakan yang bersangkutan di media sosial, kemudian ditarik benang merahnya sampai di lapangan," kata dia. 

Adapun Bareskrim Polri menetapkan 9 orang sebagai tersangka penyebaran ujaran kebencian dan penghasuran terkait kericuhan aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja.

Dari 9 orang itu 7 di antaranya merupakan anggota dan petinggi KAMI antara lain, Syahganda Nainggolan, Anton Permana, Jumhur Hidayat, Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri.

Sedangkan untuk dua lainnya yakni mantan calon anggota legislatif PKS Kingkin Anida dan Dedy Wahyudi pemilik akun media sosial @podoradong.

Mereka dipersangkakan pasal berbeda-beda. Namun, secara garis besar mereka dijerat dengan Undang-Undang ITE, pasal ujaran kebencian dan penyebaran hoaks.