Seluruh Pengadaan Garuda Dilakukan Berdasarkan Keputusan Bersama
Pesawat Garuda Indonesia. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Terkait kasus suap yang menimpa mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar, pada Kamis 9 Januari lalu digelar kembali sidang di Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus). Dalam sidang tersebut, dihadirkan dua saksi, yakni M. Arif Wibowo dan Sunarko Kuntjoro.

M. Arif Prabowo adalah mantan pelaksana harian Direktur Niaga Garuda Indonesia dan sebagai Direktur Citilink. Sementara Sunarko Kuntjoro, adalah mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia.

"Dalam persidangan tersebut, terungkap bahwa seluruh proses pengadaan pesawat dari tahap perencanaan hingga pembelian di Garuda dilakukan oleh tim dan diputuskan Direksi (secara kolegial). Emirsyah Satar tidak melakukan intervensi yang mengarahkan dalam pengadaan," ujar Rebecca F. Elizabeth, Tim Advokat Emirsyah Satar dalam keterangan yang diterima VOI, Minggu 12 Januari.

Ia menambahkan, dalam kaitan dengan pengadaan pesawat tipe Airbus 330 series, Emirsyah Satar didakwa meminta Soetikno Soedardjo dijadikan advisor Airbus, padahal Emirsyah Satar tidak pernah melakukan hal tersebut.

"Seluruh proses pengadaan Airbus series 330 telah dilakukan sesuai prosedur dan mengikuti usulan tim pengadaan yang berasal dari berbagai unit dan mendapatkan harga yang baik, di mana Garuda mendapat diskon airframe 52 persen dan engine concession 72 persen atau total discount 70,7 juta dolar AS untuk airframe, dan 26.6 juta dolar AS untuk engine per pesawat," papar Elizabeth.

Berkaitan dengan dakwaan Emirsyah Satar memutuskan penggunaan program perawatan mesin Total Care Program (TCP), menggantikan Time & Material Basis, hal tersebut dilakukan berdasarkan kajian tim, di mana Total Care Program terbukti lebih efisien dan dapat menjadi solusi untuk mengatasi potensi terjadinya kerugian akibat tidak terbangnya dua pesawat A 330 karena kerusakan mesin.

"Dengan Total Care Program, maka akan disediakan mesin pengganti, sehingga cash flow akan flat dan mudah diprediksi," tutur Elizabeth.

Sidang juga menggarisbawahi bahwa Sunarko Kuntjoro diberhentikan dari jabatan Direktur Teknik oleh Kementrian BUMN sebagai pemegang saham Garuda melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 31 Oktober 2007, bukan diganti oleh Emirsyah Satar. Dalam suatu kesempatan Sunarko Kuntjoro menolak pertanyaan penasehat hukum tentang kasus pidana yang menjeratnya di Amerika.

Selama menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia dari tahun 2005 hingga 2014, Emirsyah Satar telah berperan instrumental karena berhasil menyelamatkan Garuda Indonesia--sebagai airlines pembawa bendera negara --dari kebangkrutan.

Bahkan, melalui program transformasi quantum leap yang dilaksanakan, Emirsyah Satar berhasil menjadikan Garuda sebagai airline bintang lima, dan berhasil masuk menjadi sepuluh airlines terbaik dunia.

Selain itu, Garuda juga berhasil dibawanya meraih predikat "The World's Best Cabin Crew", atau airline dengan cabin crew terbaik sedunia, yang sebelumnya selalu didominasi oleh perusahaan penerbangan dunia lainnya.

"Menurut kami ada beberapa hal dalam sidang yang mejadi jelas. Pertama, faktanya tidak ada Pak Emir mengintervensi pengadaan pesawat dan perawatannya. Kedua, Saksi Sunarko Kuntjoro juga jelas diberhentikan oleh RUPS, bukan oleh Pak Emir. Lantas, dokumen fleet plan yang disebut-sebut confidential oleh Sunarko Kuntjoro dan M. Arif Wibowo ternyata bisa di-download secara bebas di website Garuda sehingga tidak rahasia," jelas Elizabeth.