Bagikan:

JAKARTA - Tidak ada intervensi yang dilakukan oleh Emirsyah Satar saat menjabat Direktur Utama Garuda Indonesia, dalam proses pengambilan keputusan program perawatan engine (total care program) serta pembelian pesawat Airbus A330, A320, Bombardier CRJ 1000 NG dan ATR 72-600. Seluruh pengadaan itu diputuskan direksi Garuda berdasarkan rapat direksi.

Dalam rapat-rapat yang dilakukan, semua peserta diberikan kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat secara independen, sehingga pengambilan keputusan dilakukan secara kolegial yang disetujui secara bulat oleh seluruh direksi atas usulan yang diajukan oleh tim yang berasal dari berbagai unit.

Demikian disampaikan oleh tiga orang saksi, masing-masing mantan Direktur Operasi Garuda, Captain Ari Sapari, mantan Direktur Keuangan Garuda Elisa Lumbantoruan, dan VP Keuangan Albert Burhan pada sidang ketiga mantan Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 16 Januari.

Dengan demikian, hal yang disampaikan oleh ketiga saksi tersebut tidak mendukung dakwaan jaksa. Emirsyah Satar bahkan telah meminta unit Audit Internal untuk melakukan audit perhitungan dan kinerja terhadap usulan yang diajukan oleh tim. 

Elisa Lumbantoruan mengatakan, periode kepemimpinan Emirsyah Satar adalah periode terbaik maskapai pelat merah tersebut. "Sepanjang sejarah, nilai (valuasi) perusahaan pada tahun 2007 hanya senilai 200 juta dolar AS, tapi pada tahun 2012 telah berkembang menjadi senilai 1,4 miliar dolar AS," kata Elisa dalam keterangan yang diterima, Kamis 16 Januari.

Dalam pelaksanaan sidang kedua sebelumnya, terungkap bahwa Direktur Teknik Garuda Sunarko Kuntjoro diberhentikan dari jabatannya oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham Garuda Indonesia melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 31 Oktober 2007, bukan diganti oleh Emirsyah Satar.

Selama menjabat sebagai Dirut Garuda Indonesia dari tahun 2005 hingga 2014, Emirsyah Satar menyelamatkan Garuda Indonesia--sebagai airlines pembawa bendera negara--dari kebangkrutan.

Bahkan melalui program transformasi quantum leap yang dilaksanakan, Emirsyah Satar berhasil menjadikan Garuda sebagai airline bintang lima, menjadi sepuluh airlines terbaik dunia, dan "the world's best cabin crew" atau airline dengan cabin crew terbaik sedunia yang sebelumnya selalu didominasi oleh perusahaan penerbangan dunia lainnya.