Dekan FKH UB Kasih Kabar Baik: Tak Perlu Khawatir dengan Penyakit Mulut dan Kuku
Sapi milik warga Kota Batu, Jawa Timur yang dicek kesehatannya oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu. (ANTARA/HO-Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu)

Bagikan:

JAKARTA - Dekan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Brawijaya (UB) drh Dyah Ayu Oktavianie minta masyarakat jangan khawatir dengan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak di beberapa daerah di Jawa Timur.

"Masyarakat tidak perlu khawatir, karena PMK bukan penyakit zoonosis dan sampai saat ini belum ada kasus penularan ke manusia di Indonesia,” kata Dyah Ayu Oktavianie, Kamis 12 Mei.

Dyah mengemukakan, masyarakat tetap bisa mengonsumsi daging dan susu sapi dengan pengolahan yang sempurna.

"Ini yang harus dipahami masyarakat, tidak perlu takut mengonsumsi daging dan susu, tapi harus diperhatikan pengolahannya secara benar, sehingga virus menjadi in-aktif," katanya.

Dalam upaya penanganan dan pencegahan meluasnya wabah PMK pada hewan ternak, FKH UB siap berkontribusi melalui kerja sama dengan dinas terkait dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jatim II dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan ternak, serta edukasi kepada kelompok ternak sapi maupun kambing dan Koperasi Unit Desa (KUD) di wilayah Malang Raya.

"Kami siap membantu pemerintah dalam penanganan wabah PMK ini dengan menerjunkan tenaga medis veteriner yang ada di fakultas. Edukasi juga akan kami lakukan dalam bentuk Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang bertujuan untuk memberikan informasi terkait penanganan hewan ternak yang terkena PMK,"katanya

Dyah menambahkan melalui upaya yang telah dilakukan, diharapkan tidak ada kepanikan yang berujung pengambilan keputusan yang salah dari para peternak atau jagal hewan untuk menjual hewan yang terkena PMK dengan harga di bawah harga pasar.

"Selain itu, dalam KIE kami nanti juga akan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait bagaimana mengolah daging dan susu yang benar, sehingga tetap aman untuk dikonsumsi," katanya.

Ia mengaku sebenarnya Indonesia sudah dinyatakan terbebas dari PMK sejak tahun 1990-an. Wabah yang terjadi saat ini kemungkinan berasal dari lalu lintas hewan ternak atau bahan pangan asal hewan yang berasal dari luar Indonesia.

"Maka dari itu, saat ini pemerintah memberlakukan pembatasan wilayah, khususnya lalu lintas hewan ternak pada daerah wabah agar wabah PMK yang terjadi sejak akhir April lalu tidak meluas,"katanya.

Sedangkan bagi sapi yang saat ini sudah terindikasi terkena PMK, menurut Dyah, bisa diberikan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh, terapi symptomatis, dan antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder.

"Virus tersebut menyerang hewan ternak yang mempunyai daya tahan tubuh rendah, dan pada sapi muda bisa berakibat kematian. Sehingga, angka mortalitas pada sapi muda atau pedet cukup tinggi," katanya.