JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyatakan bahwa penyebaran penyakit hepatitis akut di Indonesia berpotensi menjadi lebih rawan dibanding negara lain.
Dicky mengungkapkan, Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati dan kemasyarakatan yang beragam. Jenis virus yang tersebar pun mengikuti keberagaman tersebut.
Ditambah, jumlah populasi anak-anak di Indonesia cukup. Masalah sanitasi di Indonesia masih perlu menjadi perhatian. Belum lagi, Indonesia masih memiliki kasus stunting sebesar 24,4 persen pada tahun 2021.
"Kita rawan penyebaran hepatitis akut karena jumlah anak kita itu besar, atau 30 juta lebih anak di bawah umur 5 tahun. Juga ini bicara stunting, gizi, immunitas, kuman, sanitasi lingkungan, dan masalah perilaku," kata Dicky saat dihubungi, Minggu, 8 Mei.
Karenanya, Dicky menegaskan upaya penyelidikan epidemiologi untuk menanggulangi penyebaran penyakit yang baru ditetapkan sebagai kejadian luar biasa ini memerlukan waktu.
"Untuk mengetahui sumber penyakit dari mana dan bagaimana penularannya, itu yang memerlukan waktu. Ini memerlukan penyelidikan epidemiologi. Tentu, epidemiologi tidak bekerja sendiri. Dalam konteks kasus seperti ini, perlu ada ahli penyakit hepatitis, anak, ada juga mikrobiologis, ada toksokologis, ada hepatologis, macam-macam," jelas Dicky.
Saat ini, Dicky meminta masyarakat untuk tidak mudah menyimpulkan bagaimana jenis penyakit hepatitis akut tersebut. Termasuk dengan tidak gegabah mengaitkan hepatitis akut dengan COVID-19 maupun vaksinnya.
BACA JUGA:
"Kita harus bersabar. Yang jelas, ini sedang menjadi gejala dan apakah ini menular antaranak, nah ini yang kita juga belum bisa pastikan," ujar Dicky.
"Artinya, pencegahan itu jauh lebih baik. Mau menular atau tidak, selama kita belum tahu, ya lakukan prinsip pencegahan. Lakukan dengan pencegahan yang sudah kita pahami sejauh ini, vaksinasi imunisasi rutin, jaga kebersihan makanan, kebersihan diri, kemudian masalah makanan dan minuman ini harus dijaga betul kebersihannya," tambahnya.
Sebagai informasi, fenomena hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya menjadi sorotan dunia setelah Badan PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO) menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 15 April 2022. WHO menerima laporan 169 kasus di 12 negara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, dalam dua pekan terakhir atau hingga 30 April 2022, dilaporkan tiga pasien anak meninggal saat dirawat di RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dengan dugaan hepatitis akut.
Hepatitis akut merupakan peradangan pada hati yang terjadi secara mendadak dan dapat cepat memburuk. Gejala umum dari hepatitis yakni, nyeri perut, kuning, diare, muntah-muntah, perubahan warna urine, feses berwarna pucat, demam tinggi atau riwayat demam, serta ditandai dengan peningkatan kadar enzim hati.