JAKARTA - Indonesia berhasil membangkitkan sektor wisata setelah 2 tahun diterpa krisis pandemi COVID-19. Namun, capaian tersebut tidak boleh menjadikan Indonesia berpuasa diri.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat memberi sambutan di event 'High-level Thematic Debate on Tourism' yang digelar United Nations General Assembly Hall, New York Amerika Serikat, Rabu, 4 April.
Sandiaga mengatakan, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang besar terhadap industri pariwisata dunia. Pandemi membuat pergerakan turis internasional turun 73 persen dibanding dari level pra-pandemi tahun 2019. Dampaknya juga semakin besar karena pariwisata memiliki dampak lanjutan (multiplier effect).
Sandiaga juga mengatakan, di Indonesia lebih dari 34 juta orang dengan mata pencaharian bergantung pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Karena itu, menurut dia, penting bagi setiap negara untuk mengubah konsep industri pariwisata yang lebih berkelanjutan.
Dengan pariwisata global yang mulai tumbuh pascapandemi, lanjut Sandiaga, sudah saatnya untuk memulai transformasi ini. Kata Sandiaga, Indonesia melihat tren positif dalam perjalanan dan pariwisata global dengan pertumbuhan 130 persen pada Januari 2022, dibandingkan dengan tahun 2021.
"Namun, kami tidak boleh berpuas diri. Sangat penting bagi kita untuk tidak kembali ke pendekatan bisnis seperti biasa. Kita harus membangun kembali industri pariwisata dengan lebih baik, lebih berkelanjutan, dan lebih tangguh," tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Sabtu, 7 Mei.
BACA JUGA:
Sandiaga menjelaskan, pengembangan sektor pariwisata yang berkelanjutan harus melihat tidak saja isu lingkungan atau kesejahteraan lingkungan. Tapi, lanjutnya, juga harus mengangkat martabat budaya lokal, masyarakat dan pengetahuan tradisional, serta menciptakan keseimbangan antara pariwisata massal dan pariwisata berkualitas.
Untuk mewujudkan hal tersebut, masih kata Sandiaga, dibutuhkan elemen-elemen yang saling berhubungan. Pertama adalah pendekatan multi-stakeholder. Dalam mengembangkan sektor pariwisata berkelanjutan, maka tidak bisa melakukannya sendiri. Baik sektor publik maupun swasta perlu terlibat dan berkolaborasi satu sama lain, serta dengan masyarakat lokal.
"Baik sektor swasta maupun publik perlu fokus untuk memiliki tujuan yang terukur dan metrik yang sebanding. Komponen-komponen ini sangat penting untuk perbaikan jangka panjang dan akuntabilitas pariwisata berkelanjutan," ucapnya.
Untuk lebih menyelaraskan upaya menuju praktik pariwisata berkelanjutan terbaik, juga penting bagi pemangku kepentingan publik dan swasta untuk memiliki narasi terpadu tentang apa yang dimaksud dengan pariwisata berkelanjutan dan bagi mereka untuk memiliki akses yang memadai ke informasi yang akurat.
"Saat ini, kita juga perlu melihat peran kaum milenial dan generasi Z dalam keberlanjutan tidak hanya sebagai turis, tetapi juga sebagai investor. Karena itu, keterlibatan dengan demografis pada pariwisata berkelanjutan harus menjadi prioritas," tuturnya.
Kemudian, lanjut Sandiaga, perlunya penguatan peran masyarakat sebagai agen perubahan transformasi pariwisata. Sebagai bagian dari upaya Pemerintah RI dalam membangun sektor pariwisata yang tangguh dan berkelanjutan, maka Kemenparekraf akan fokus untuk memajukan pemulihan pariwisata melalui penguatan peran masyarakat sebagai agen perubahan transformasi pariwisata.