Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghapus substansi pasal terkait intervensi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dalam Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja, yang telah disahkan beberapa waktu lalu. Namun, hingga saat ini belum ada penjelasan resmi dari pemerintah mengenai penghapusan tersebut.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu angkat bicara mengenai hal ini. Ia menjelaskan, saat ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih mengkaji lebih jauh terkait dampak dari implementasi tarif nasional PDRD dan insentif fiskal daerah.

"Saya belum bisa pastikan. Ini harus diletakkan dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah, ini yang harus dipikirkan pelan-pelan. Mungkin nanti itu bisa diatur dalam undang-undang yang lain," tuturnya, dalam video conference, Senin, 12 Oktober.

Saat ini, kata Febrio, pemerintah sudah memiliki instrumen desentralisasi fiskal melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang menjadi bagian yang sangat besar bagi anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN).

"Kami masih perlu melihat sinkronisasi pertumbuhan ekonomi dan masing-masing daerah yang bisa digunakan dengan menyiapkan TKDD sebagai instrumen. ini tujuan besarnya," ucapnya.

Dalam Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi menjelaskan kebijakan tersebut bentujuan untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi serta untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha yang berdaya saing tinggi. Selain itu, ketentuan ini memberikan perlindungan dan pengaturan yang berkeadilan kepada para pengusaha.

Pasal 156A ayat 1 Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi RUU Omnibus Law Cipta Kerja, berbunyi:

"Pemerintah sesuai program prioritas nasional dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan pajak dan retribusi yang ditetapkan pemerintah daerah,".

Adapun intervensi pemerintah pusat terkait PDRD meliputi dua hal. Pertama, dapat mengubah tarif pajak dan tarif retribusi dengan penetapan tarif pajak dan tarif retribusi yang berlaku secara nasional.

Kedua, pengawasan dan evaluasi terhadap pemda mengenai pajak dan retribus yang menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.

Di dalam UU Ciptaker, saat melakukan pengawasan, menteri keuangan punya kekuasaan untuk mengevaluasi baik rancangan peraturan daerah (raperda) dan perda eksisting.

Hasil evaluasi yang dilakukan menkeu dapat berupa persetujuan atau penolakan raperda. Artinya jika kebijakan disetujui Menkeu, pemda bisa langsung menetapkan kebijakan tersebut sebagai peraturan daerah.