Bagikan:

JAKARTA - Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Indonesia untuk Portugal, Rudy Alfonso mengatakan, dirinya selalu menghadiri undangan dari kementerian atau pemerintah Portugal di bulan ramadan.

Rudy bercerita, saat menghadiri undangan itu, dirinya dan umat muslim lain yang berpuasa berkumpul di satu tempat untuk berbincang-bincang. Namun, karena toleransi di Portugal tinggi, kata Rudy, mereka sangat respek pada umat muslim yang tengah berpuasa.

"Kalau diundang acara resepsi Kementerian atau kantor presiden, biasanya mereka menyuguhkan makanan. Tetapi kami (sesama muslim) tidak bisa makan (karena puasa), kami ngumpul di pojok tidak makan. Ketika ditanya kami sedang puasa dan mereka sangat respek, jadi kami ngumpul saja," kata Rudy kepada VOI, Minggu, 1 Mei.

Rudy yang menjalankan puasa satu bulan penuh di Portugal bercerita, ada sejumlah perbedaan ibadah kali ini dengan Indonesia. Mulai dari watu puasa selama 15 jam sampai menu buka puasa dan sahur.

"Puasa di Portugal khususnya di Lisbon mungkin agak sedikit berbeda karena jamnya lebih panjang kurang lebih 15 jam, di kita (Indonesia) kan 12 jam, lebih lama tiga jam," kata dia.

Meski waktu puasa lebih lama, kata Rudi, hal itu bukan suatu halangan. Sebab, kata Rudy Alfonso, dirinya mengisi waktu luang dengan sejumlah kegiatan. Sehingga waktu cepat berlalu.

"Kebetulan tinggal dekat pinggir pantai, suasama enak sekali, kita bisa jalan-jalan di situ bertemu banyak orang dan tidak terasa waktu sudah berlalu, rasanya sangat cepat. terus cuaca di sini juga mendukung, karena cuaca di sini sudah mulai panas," kata Rudy.

Imam Masjid Raya Lisabon, Portugal Syaikh David Munir alias Syaikh Munir

Sementara Imam Masjid Raya Lisabon, Portugal Syaikh David Munir alias Syaikh Munir bercerita kegiatan selama bulan ramadan bersama umat muslim dari berbagai negara.

Selama ramadan, Syaikh Munir mengatakan, Masjid Raya Lisabon selalu menyediakan makanan bagi umat muslim setelah 15 jam berpuasa. Setiap hari ada ratusan umat muslim dari berbagai negara, termasuk Indonesia buka puasa bersama di masjid yang sudah diimami Syaikh Munir selama 36 tahun.

"Setiap hari kami memasak kira-kira lebih dari 1.000 porsi makanan. Dan di masjid raya kami memiliki sekitar 500 hingga 800 orang setiap hari," kata Syaikh Munir.

Selain menyediakan makanan, kegiatan di Masjid Raya Lisabon seperti pada umumnya. Yakni melakukan salat berjamaah, mengaji, membaca Al-Qur'an dan kegiatan yang sifatnya mendekatkan diri dengan Allah SWT.

"Kami mengadakan salat lima waktu di masjid, kami memiliki kegiatan buka puasa bersama yang ditujukan bagi umat muslim yang berpuasa. Kami menyediakan makan malam setelah salat magrib, dan kami juga salat tarawih dengan bacaan Al-Qu'ran," kata Syaikh Munir.

Syaik Munir menyampaikan, dirinya dan umat muslim sangat bersyukur bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar meski di negara yang mayoritas beragama Khatolik. Hal ini bisa terwujud karena toleransi di Portugal sangat tinggi.

Namun demikian, dia bersama umat muslim tidak semena-mena dengan kebebasan yang diberikan. Dia bersama umat muslim selalu menghargai kebebasan yang telah diberikan kepada seluruh keyakinan lainnya yang ada di negara demokratis ini.

"Jadi sebagai muslim yang tinggal di negara mayoritas non-muslim, bagi kami ini menjadi berkah yang harus disyukuri, Portugal bukanlah negara islam," kata Syaikh Munir.

"Sementara itu Hari Raya Idulfitri di Portugal yang jatuh pada tanggal 2 Mei, yaitu Senin hari kerja. Yang kami lakukan adalah melaksanakan salat Id di Masjid dan menginformasikan kepada pihak yang berwenang bahwa hari Senin tersebut adalah hari besar umat Muslim, dan menurut hukum kebebasan berkeyakinan umat Muslim yang bekerja diperbolehkan untuk tidak masuk kerja," kata dia.

Salah satu WNI yang tinggal di Portuga Sayida Royatun Niswah menceritakan pengalamannya menjalankan ibadah puasa di negeri orang. Ramadan kali ini adalah pengalaman keempat puasa di Portugal.

"Ini adalah pengalaman keempat saya melaksanakan puasa di Portugal. Puasa di Portugal dengan di Indonesia sangat berbeda, tapi sangat menyenangkan bagi saya, tetapi banyak juga godaannya," kata dia.

Perbedaan yang dirasakan adalah tidak adanya makanan takjil untuk berbuka puasa. "Di Portugal kami buka puasa di Masjid dengan komunitas muslim. Menu yang disediakan sangat menarik ada nasi briani dan yang lain," kata dia.

Komunitas muslim di Portugal dikenal sebagai CIL (Comunidade Islamica de Lisboa) didirikan pada 1968. Jumlah komunitas muslim tidak kurang dari 70.000 orang. Terdapat muslim dari Guinea-Bissau, Mozambik, Afrika Utara, Asia, India, Pakistan, Bangladesh, dan ada muslim dari Indonesia.

CIL dikenal oleh komunitas non muslim sebagai bagian dari komunitas yang terintegrasi. Di Portugal memiliki kebebasan berpendapat, dan kebebasan untuk berkeyakinan.