Bagikan:

JAKARTA - Parodi politik telah menghiasi banyak jendela layar televisi di negara demokrasi. Teknologi pun kini memungkinkannya disaksikan di platform berbagi video.

Mengambil kemudahan teknologi tersebut, Republik Mimpi, acara parodi yang dahulu sempat bercokol di televisi swasta nasional kini muncul kembali dalam kanal YouTube Republik BBM.

Dalam episode pertamanya acara parodi yang kini bernama Republik Mimpi/BBM itu menampilkan sejumlah komedian yang berperan sebagai pejabat publik atau tokoh politik nasional, perwakilan masyarakat, seniman, hingga moderator. Mereka saling menyentil satu sama lain hingga menertawakan dan bertindak seperti tokoh yang diperankannya.

Misalnya saja, komedian yang memerankan tokoh seperti Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menerima telepon ketika komedian lain yang seolah memerankan Presiden Jokowi sedang memberikan statement.

Dalam kehidupan nyata, kejadian itu sempat viral ketika Jokowi sedang memberikan keterangan pers di sampingnya Luhut berbicara menggunakan ponselnya. Peristiwa itu terjadi di kawasan Pelabuhan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, belum lama ini.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Jati menilai, sah-sah saja parodi politik berisi kritik dan sentilan hadir di tengah masyarakat demokrasi.

"Dalam demokrasi, membuat personifikasi figur secara karikatif seperti parodi adalah bagian dari ekspresi berpendapat. Namun demikian, hal itu butuh kemampuan," kata Wasisto kepada VOI, Kamis 28 April malam.

Penggunaan karakter tokoh politik atau pejabat publik yang diperankan seorang aktor atau aktris juga lazim dilakukan dalam parodi politik. Mereka yang memerankannya biasanya sudah ahli dalam seni teater.

Wasisto menjelaskan, seni teater telah memberikan dasar-dasar bagi seniman untuk bisa menghayati peran dan narasi yang dimainkan. Sehingga, kata dia, bukan hanya slapstick saja yang ditonjolkan demi kepuasaan audiens

"Kemampuan berparodi itu butuh kemampuan seni tinggi terutama seni teater. Hal ini yang sekiranya tidak semua artis atau aktor bisa memainkan parodi," jelasnya.

Lebih lanjut, Wasisto menuturkan tujuan utama parodi politik adalah menampilkan realita saat ini dalam bentuk humor dengan cara meniru subjek yang diparodikan. Tujuan utama dari hadirnya parodi itu, kata dia, untuk pendidikan politik.

"Karena membuat orang berpikir kritis di balik kejenakaan aktor parodi," imbuhnya.

Maka dari itu sebaiknya tokoh politik atau pejabat publik yang mendapat sindiran atau menjadi bahan tertawaan dalam parodi politik tidak meresponsnya dengan berapi-api. Begitu juga Jokowi atau Luhut yang diekspose dalam parodi Republik Mimpi/BBM besutan Effendi Gazali tersebut.

"Ya sebaiknya mereka juga menerima kritikan dalam lakon parodi itu dengan jenaka atau ikut tertawa. Karena esensinya parodi adalah membuat yang serius menjadi guyonan," pungkasnya.