JAKARTA - Bupati Bogor Ade Yasin terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan ini berkaitan dengan dugaan suap pengurusan temuan laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bogor.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, mengatakan penangkapan Bupati Bogor Ade Yasin menambah deret panjang ditangkapnya kepala daerah oleh KPK.
"OTT KPK tampaknya tidak membuat efek jera bagi kepala daerah," ujar Jamiluddin, Kamis, 28 April.
Hal itu, lanjut Jamiluddin, setidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, vonis hukuman yang terlalu rendah. Di mana, banyak kepala daerah yang terjerat korupsi hanya divonis hukuman 5 tahun ke bawah.
"Vonis tersebut juga tidak diikuti upaya pemiskinan bagi si koruptor. Hal itu, tentunya tidak membuat jera para koruptor," kata Jamiluddin.
BACA JUGA:
Kedua, masyarakat dapat menerima koruptor setelah usai menjalani hukuman. Bahkan, kata Jamiluddin, ada kesan masyarakat menyambut koruptor dengan suka cita.
"Itu tentunya membuat koruptor tidak merasa diasingkan oleh masyarakat. Akibatnya, sang koruptor merasa tetap nyaman setelah berbaur kembali dengan masyarakat," jelas Jamiluddin.
Ketiga, besarnya biaya politik untuk menjadi kepala daerah. Sementara modal politik tidak mungkin dapat dikembalikan dari gaji dan tunjangannya selama lima tahun menjabat.
Akibatnya, kata Jamiluddin, kepala daerah akan menutupi biaya politik itu dengan cara tidak halal. Mereka mencari sumber keuangan yang dapat menutupi cost politik tersebut. Sehingga, korupsi jalan yang paling cepat untuk menutupi semua cost politik.
"Selama tiga hal itu masih berlaku, maka kepala daerah akan tetap ada yang terkena OTT oleh KPK," katanya.