Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menggandeng Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana ke sejumlah pihak terkait kasus dugaan korupsi terkait mafia tanah terhadap aset milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Jakarta Timur.

Kasi Penegakan Hukum (Penkum) Kejati DKI Jakarta Ashari Syam mengatakan kerja sama dengan PPATK mengingat dari pembayaran ganti rugi senilai Rp244,6 miliar atas dimenangkan gugatan perdata di pengadilan, ahli waris menerima setengahnya, dan sisanya atau sebagian uang itu mengalir ke sejumlah pihak terkait yang diduga menjadi "bancakan".

"Ahli waris menerima uang ratusan miliar itu dari Pertamina, karena memenangkan gugatan perdata tanah milik PT Pertamina yang diajukan ke pengadilan. Namun para pihak terkait diduga ikut menerima (kecipratan) aliran dana, itu sedang didalami penyidik," kata Ashari dalam keterangan dikutip Antara, Selasa, 26 April.

Meski demikian, ia belum bisa menjelaskan secara rinci siapa saja pihak-pihak yang diduga menerima uang selain ahli waris dari almarhum RS Hadi Sopandi. Sebab masih dalam penyidikan untuk menemukan fakta hukum yang disertai alat bukti dan barang bukti dengan memeriksa sejumlah saksi-saksi.

"Saat ini, belum bisa dijelaskan atau disampaikan siapa saja pihak-pihak yang diduga menerima uang," tuturnya.

Namun begitu, kata Ashari, penyidik Aspidsus Kejati DKI telah mempunyai nama-nama yang diduga menikmati "bancakan" dari uang yang dibayarkan oleh PT Pertamina setelah kalah di pengadilan, dan juru sita melakukan sita eksekusi atas pembayaran ganti rugi berdasarkan putusan pengadilan.

"Kami sudah mengetahui nama-nama pihak yang menerima, tapi itu harus disesuaikan dengan keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang dimiliki," tuturnya.

Menurut Ashari, adanya kerugian keuangan negara karena pihak Pertamina telah menggelontorkan uang mencapai ratusan miliar.

"Kerugian negara karena uang Pertamina sebesar Rp244,6 miliar sudah dikeluarkan atau disita oleh juru sita pengadilan, dan diberikan kepada ahli waris," ucapnya.

Ashari menegaskan berdasarkan hasil penyidikan sementara, diduga ada pihak-pihak lain yang turut kecipratan uang dari Pertamina tersebut.

"Oleh karena itu, Kejati DKI bekerjasama dengan PPATK untuk mengungkap para pihak yang menerima uang diluar ahli waris, dan juga yang ikut kongkalikong dalam kasus dugaan korupsi mafia tanah," ucapnya.

Sebelumnya, tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat terkait kasus dugaan mafia tanah terhadap aset milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita sejumlah dokumen dan surat-surat tertentu dalam rangka proses penyidikan.

Penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan tim jaksa penyidik pidsus Kejati DKI berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Nomor: Print-1035/M.1.5/Fd.1/04/2022 tanggal 7 April 2022; Surat Perintah Penyitaan Nomor : Print-1034/M.1.5/Fd.1/04/2022 tanggal 7 April 2022, dan penetapan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Klas IA Khusus Nomor: 8/Pen.Pid.Sus/TPK/2022/PN.Bdg tanggal 14 April 2022.

Menurut Ashari, ketiga tempat yang digeledah tersebut berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Ia merinci, pertama, tim penyidik menggeledah tempat tinggal atas nama ALS yang terletak di Kampung Cijati, Desa Sukasari, Cilaku.

Kemudian menggeledah tempat tinggal saksi berinisial S yang terletak di Kampung Mekar Manik, Desa Jati, Bojongpicung, Cianjur.

"Dan tempat tinggal saudari AYS yang terletak di Kampung Cibodas, Desa Gunung Sari, Ciranjang," katanya.

Ketiga saksi yang tempat tinggalnya atau kediamannya digeledah tersebut adalah merupakan Ahli Waris dari almarhum RS Hadi Sopandi.

Sementara itu dalam penggeledahan, kata Ashari, penyidik juga melakukan tindakan hukum penyitaan dokumen tanah Pertamina dan surat-surat tertentu yang ada keterkaitannya dengan identitas Ahli Waris.

"Dan menyita aset tanah dan SHM milik saksi AYS serta benda-benda elektronik," ucap Ashari.