JAKARTA - Warga mengeluhkan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Masjid Al Akbar Kota Surabaya, Jawa Timur, yang dinilai mengganggu akses masuk ke jalan tol.
"Kami dapat pengaduan dari pengguna jalan umum yang merasa terganggu di tengah padatnya pedagang. Sehingga mereka yang terburu-buru mau ke rumah sakit lewat tol atau yang mau ada urusan lewat tol jadi kesulitan," kata Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD Surabaya Pertiwi Ayu Krishna di Surabaya, Selasa 26 April dikutip dari Antara.
Komisi A sudah menggelar rapat dengar pendapat dengan mengundang sejumlah pihak. Rapat itu dihadiri Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Serta Pertanahan, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, Satpol PP, Pengelola Masjid Al Akbar, empat koordinator PKL Masjid Al Akbar, Kecamatan Gayungan dan Kelurahan Jambangan.
Politikus Partai Golkar tersebut menambahkan, keberadaan PKL di Masjid Al Akbar tidak dikelola oleh pihak masjid, melainkan oleh sejumlah kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"Ada empat kelompok LSM yang mengelola di sana. Di bagian timur, bagian utara, bagian barat, dan bagian lapangan. Sehingga pada rapat kali ini kita mengundang para koordinator pengelola tersebut," katanya.
Menurut dia dari rapat dengar pendapat tersebut disepakati kalau keberadaan PKL di Masjid Al Akbar segera ditertibkan dan dirapikan.
"Supaya tidak berantakan lagi, sehingga keindahan Masjid Al Akbar bisa dinikmati masyarakat dengan ditata lebih rapi lagi," katanya.
BACA JUGA:
Ia mengatakan sebelumnya seorang koordinator PKL sempat menentang adanya penataan PKL di kawasan Masjid Al Akbar dengan berbagai macam alasan di antaranya karena mereka sudah lama di sana.
Bahkan, lanjut dia, Pemkot Surabaya sudah menyediakan lahan di sisi utara Masjid Al Akbar untuk relokasi PKL. Relokasi tersebut dijadwalkan pada 16 Mei 2022.
"Jadi bukan kami meniadakan PKL tersebut. Tentunya PKL yang menjadi prioritas adalah yang ber KTP Surabaya dan warga sekitar. Seperti warga Jambangan dan warga Pagesangan, untuk meningkatkan perekonomian mereka," katanya.
Untuk itu, kata dia, Komisi A meminta pengelolaan PKL juga melibatkan pengelola Masjid Al Akbar karena lahan yang digunakan PKL itu statusnya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di atas Hak pengelolaan lahan (HPL).
"Artinya SHGB-nya di Masjid Al Akbar sehingga pihak Masjid Al Akbar harus dilibatkan," demikian Pertiwi Ayu Krishna.