JAKARTA - DPR diharapkan menuntaskan sejumlah program legislasi berperspektif gender setelah mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Program legislasi yang harus dirampungkan menurut Pusat Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) di antaranya RUU Perlindungan Pembantu Rumah Tangga dan RUU tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender.
“Saya harap dengan konteks UU TPKS keluar, kemudian DPR dipimpin perempuan dan Kementerian KPPA aktif dan bersinergi dengan elemen masyarakat sipil, ini momentum untuk juga menyegerakan kebijakan baru yang berperspektif gender,” ujar peneliti PRP-BRIN, Aisah Putri Budiatri, Rabu, 20 April.
UU TPKS merupakan kerja kolektif antara pemerintah, DPR dan kelompok masyarakat sipil. Menurut Aisah, keterlibatan aktivis dan lembaga pemerhati perempuan juga punya peran besar dalam menyusun Undang Undang tersebut. Aisah menilai saat ini adalah era kebangkitan perempuan.
“Ini momentum baik bahwa DPR, pemerintah bisa sinergis dengan masyarakat sipil untuk hal yang baik, untuk publik," kata Aisah.
Lewat penelitiannya, Aisah memaparkan, pada periode 2004-2009 banyak aktivis perempuan yang kemudian menggandeng kelompok masyarakat sipil untuk political will. Meski dalam legislatif porsi anggota perempuan relatif kecil, namun mereka mengumpulkan kekuatan yang lain.
“Pada saat itu jumlahnya kecil, tetapi saat itu aktivis perempuan menggandeng masyarakat sipil, kelompok perempuan. Gagasan gimana isu yang penting dan apa yang harus dilakukan. Jadi mereka benar benar punya niat politik, political will," ungkap Aisah.
Sementara itu, Co-founder Pusat Kajian Strategis Hang Lekir, Maria Hamid, menuturkan bahwa sambutan publik terhadap disahkannya UU TPKS sangat meriah.
Karenanya, menurut dia, Pemerintah maupun legislatif jangan sampai kehilangan momen. Kata Maria, ini saatnya DPR dan Pemerintah bekerja cepat mengeluarkan kebijakan yang strategis.
Apalagi, UU TPKS sendiri mandek selama hampir tujuh tahun di DPR. Hanya pada kepemimpinan Puan sebagai Ketua DPR, baru disahkan menjadi Undang-Undang.
“Ada perempuan duduk sebagai pembuat kebijakan, dia mengawinkan isu kebebasan dan perempuan, isu perempuan dan keadilan, membuat itu dibicarakan di ruang publik. Menunjukkan bahwa perempuan punya bargaining power,” kata Maria.
BACA JUGA:
Maria menegaskan, hadirnya UU TPKS ini mendobrak tabu di masyarakat untuk bicara tentang ‘masalah dalam rumah tangga’. Selama ini, kata dia, kerap kali kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kekerasan seksual disimpan rapat-rapat, karena dianggap aib, dan bisa diselesaikan sendiri.
“Membuka sekat tabu untuk dibicarakan secara terbuka dan konsensual. UU ini membuat ranah privat menjadi publik, ini hal baik. Karena kalaupun norma sosial berubah, sudah ada legislasinya," pungkas Maria.