Bagikan:

JAKARTA - Sebuah kelompok militan Organisasi Pembebasan Serikat Patani (PULO), G5, mengaku bertanggung jawab atas dua ledakan yang terjadi di wilayah pedalaman selatan Thailand pada Jumat, 15 April kemarin. Akibat ledakan di wilayah yang mayoritas muslim itu, seorang warga sipil dan melukai tiga polisi.

Pengakuan ini disampaikan ketua kelompok pemberontak Thailand tersebut, Kasturi Mahkota, seperti dilansir Antara dari Reuters. Pengeboman itu melanggar perjanjian yang disepakati, menyangkut gencatan senjata selama Ramadan, antara kelompok pemberontak utama dan pemerintah.

Kasturi mengatakan, ledakan di Provinsi Pattani merupakan "hal biasa" bagi PULO, yang tak terlibat dalam pembicaraan antara pemerintah dan Barisan Revolusi Nasional (BRN).

Perlu diketahui, BRN sepakat untuk menghentikan kekerasan selama bulan suci Ramadan hingga 14 Mei. Kesepakatan itu terjalin dua minggu lalu.

Seorang juru bicara pasukan keamanan Thailand di selatan, Kolonel Kiatisak Neewong, mengatakan tanpa menyebut nama PULO, sebuah kelompok yang tidak termasuk dalam pembicaraan damai kemungkinan bertanggung jawab atas pengeboman yang bertujuan mengganggu gencatan senjata Ramadan.

Tim perunding Thailand pada pembicaraan damai dan BRN menolak berkomentar.

Kelompok Kasturi menolak kesepakatan yang akan mengesampingkan kemungkinan kemerdekaan dari Thailand, negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.

"Pembicaraan itu tidak cukup inklusif dan berlangsung terlalu cepat," kata Kasturi.

Pembicaraan itu dilakukan untuk mencari solusi politik bagi konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade di bawah kerangka konstitusi Thailand.

Sudah lebih dari 7.300 orang tewas sejak 2004 dalam pertempuran antara pemerintah dan kelompok-kelompok bayangan yang mencari kemerdekaan untuk provinsi-provinsi Melayu-Muslim Narathiwat, Yala, Pattani dan sebagian Songkhla.

Kawasan itu merupakan bagian dari kesultanan Patani yang dicaplok Thailand dalam perjanjian 1909 dengan Inggris.