Bagikan:

JAKARTA - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Budi Gunadi Sadikin mengungkap mengenai potensi BUMN mengalahkan Temasek. Menurut dia, hal ini bisa dilakukan dengan cara melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) seluruh perusahaan BUMN.

Budi mengatakan, dengan melakukan penawaran saham perdana pada seluruh perusahaan BUMN, maka akan mendapat perolehan dana abadi alias Sovereign Wealth Fund (SWF) yang besar.

Saat ini, kata Budi, jumlah BUMN mencapai lebih dari 100 perusahaan dengan total aset mencapai Rp8.000 triliun. Total aset ini bahkan melebihi aset pemerintah yang hanya Rp6.600 triliun. Dengan pendapatan seluruh BUMN sebelum pandemi COVID-19 yang bisa mencapai Rp2.400 triliun, jumlah tersebut juga sudah setara dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Budi mengatakan, jika diasumsikan kalau semua BUMN go public dengan sale to price ratio BEI di masa normal sekitar tiga kali hingga empat kali, dari Rp2.400 triliun itu sekitar 165 miliar dolar AS. Jika dikalikan tiga, totalnya sekitar 480 miliar dolar AS. Perolehan dana tersebut, kata Budi, setara atau bahkan lebih besar dari Temasek Holdings (Singapura).

"Kita suka banding-bandingkan BUMN dengan Temasek dan Khazanah, 480 miliar dolar AS itu setara atau mungkin lebih besar dari Temasek. Pasti lebih besar dari Khazanah yaitu sudah sekelasnya SWF Abu Dhabi," katanya, dalam diskusi virtual, Selasa, 6 Oktober.

Sementara itu, perolehan dana abadi alias Sovereign Wealth Fund (SWF) paling besar dimiliki oleh Norwegia sebesar 1,2 triliun dolar AS.

Namun, Budi mengakui, bahwa dalam kondisi seperti pandemi saat ini, kinerja BUMN dapat dikatakan tidak tergolong baik. Meski begitu, dia mengatakan, jika BUMN bekerja lebih baik dana SFW yang dimiliki akan berpotensi bertambah lebih besar. 

"Apalagi kalau BUMN kinerjanya lebih baik. Bisa menjadi 500 sampai 600 miliar dolar AS. Jauh lebih besar dari Temasek. Itu fakta mengenai BUMN," jelasnya.

Budi mengatakan, kontribusi BUMN dan Kementerian/Lembaga mencapai sekitar 30 persen dari total ekonomi Indonesia sehingga bisa turut menggerakkan perekonomian. Meski begitu, kata dia, di kondisi sulit ini pemulihan ekonomi akibat COVID-19 tidak bisa hanya dilakukan pemerintah.

"Jadi terkait misalnya dengan COVID-19 kita mau meningkatkan ekonomi sulit atau tidak mungkin ini bisa dilakukan hanya pemerintah. Pemerintah harus bisa mendorong mengajak agar swastanya dapat berpartisipasi," jelasnya.