Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 24 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Radiologi Klinik. Namun, peraturan ini ditentang oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

Dalam Pasal 21, dinyatakan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan radiologi klinik harus memiliki organisasi pelayanan radiologi klinik yang efektif, efisien, dan akuntabel. 

David S. Perdanakusuma selaku ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) yang mewakili Pengurus Besar IDI meminta Terawan mencabut Permenkes 24/2020. 

"Kami mohon kepada Bapak Menteri untuk meninjau ulang PMK 24/2020 dan mencabutnya dalam waktu yang tidak terlalu lama," kata David dalam keterangan tertulis, Senin, 5 Oktober.

David menyayangkan sikap Terawan yang terkesan memberikan privilese dokter spesialis radiologi pada pelayanan medis yang menggunakan peralatan dengan modalitas radiasi pengion dan non pengion ini.

"Padahal, teman sejawat dokter lain pun memiliki kompetensi dan kualifikasi terstandar baik dari segi knowledge, skill maupun kemampuan komunikasi dengan pasien," ucap dia.

 

David menjelaskan, aturan ini berpotensi meningkatan angka kesakitan dan kematian pasien termasuk ibu dan anak karena dokter kebidaan tidak bisa melakukan USG, bila tidak mendapat kewenangan dari Kolegium radiologi.

Kemudian, penilaian pembuluh darah jantung untuk pasien penyempitan pembuluh darah karena tidak bisa lagi dilakukan oleh dokter jantung, bahkan tindakan USG dasar oleh dokter umum menjadi tidak bisa lagi. 

"Akan terjadi kekacauan dalam pelayanan kesehatan yang dampaknya pada masyarakat luas berupa keterlambatan dan menurunnya kualitas pelayanan," ujar David. 

Kemudian, aturan ini akan mengganggu layanan sekurang-kurangnya 16 bidang medis pada masyarakat. Sebab, layanan radiologi selama ini dijalankan oleh 25 ribu dokter spesialis dari 15 bidang medis dan juga dokter umum. Kini, hanya akan dilayani oleh sekitar 1,578 radiolog.

Dampak ini juga akan membuat perubahan standar pendidikan kedokteran baik spesialis maupun dokter yang berlaku saat ini. Padahal, kompetensi setiap bidang ditentukan oleh masing masing kolegium, bukan oleh peraturan menteri. 

Lebih lanjut, terbitnya Permenkes 24/2020 berpotensi gesekan antar sejawat dokter. "Padahal, dalam situasi pandemi harus saling support. Karena kita tidak tahu pandemi ini sampai kapan, seluruh komunitas kesehatan harus saling support, termasuk support penuh pemerintah dan masyarakat," pungkasnya.