Bagikan:

JAKARTA - Hari ini adalah hari ulang tahun (HUT) TNI ke-75. Di hari jadinya, TNI mendapat catatan kritis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Peneliti Kontras Rivanlee Anandar menjelaskan, pihaknya menemukan 76 peristiwa kekerasan atau pelanggaran HAM yang dilakukan atau melibatkan TNI. Hal ini terhitung sejak periode Oktober 2019 sampai September 2020.

"Angka ini tersebar pada 19 Provinsi dan mengalami peningkatan dari jumlah kekerasan dan pelanggaran HAM tahun 2018-2019 yang berjumlah 58 peristiwa," kata Rivanlee dalam diskusi webinar, Minggu, 4 Oktober.

Selama setahun terakhir, kekerasan yang terlibat oleh TNI paling banyak berbentuk penganayaan dengan 40 kasus. Disusul dengan penembakan dengan 19 kasus, intimidasi 11 kasus, dan penyiksaan 8 kasus.

Kemudian, koflik agraria dengan 6 kasus, pengerusakan 4 kasus, bentrokan 3 kasus, tindakan tidak manusiawi 3 kasus, penculikan 2 kasus, kekerasan seksual 1 kasus, dan pembubaran paksa 1 kasus.

"Berbagai peristiwa ini tidak hanya terjadi kepada masyarakat sipil sebagai korban, melainkan dalam beberapa peristiwa korbannya adalah aparat kepolisian," jelas Rivanlee.

Dari seluruh peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI, tercatat 100 orang luka-luka, 43 orang tewas, 4 orang ditangkap, dan 8 lainnya tidak ada bekas fisik atau sebatas diintimidasi). 

Rivanlee menjelaskan, kasus kekerasan yang mereka temukan menunjukkan besarnya ketimpangan relasi kuasa antara aparat TNI dengan masyarakat sipil. 

Menurut dia, kewenangan, sumber daya, hingga penggunaan senjata oleh aparat TNI ternyata tidak dibarengi dengan profesionalisme sepenuhnya sehingga dalam beberapa kasus justru berujung pada arogansi tentara terhadap masyarakat.

Oleh karenanya, Rivanlee meminta Panglima TNI melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan internal di tubuh TNI.

"Serta, memastikan adanya proses hukum yang akuntabel terhadap seluruh anggota TNI yang melakukan pelanggaran HAM," tuturnya.