JAKARTA - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) turun ke jalan pada Senin, 11 April kemarin. Sejumlah tuntutan mereka sampaikan di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta termasuk penolakan terhadap wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) yang pernah disampaikan sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Siapa saja menteri yang pernah menyampaikan wacana perpanjang jabatan ini?
1. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil menjadi menteri yang pertama kali menyinggung perihal wacana penundaan Pemilu 2024. Pada Januari lalu, dalam keterangan tertulisnya, dia mengomentari temuan survei nasional yang memuat temuan isu perpanjangan masa pemerintahan Presiden Jokowi hingga 2027.
Saat itu, Bahlil mengatakan hasil survei itu sejalan dengan sejumlah diskusi yang pernah dilakukannya dengan para pengusaha. Dia mengklaim, pengusaha itu meminta agar pemilu diundur karena dunia usaha baru bangkit setelah dihajar pandemi COVID-19.
"Rata-rata mereka (pengusaha) berpikir, bagaimana proses demokrasi dalam konteks peralihan kepemimpinan jika ada ruang dapat diundur? Alasannya para pengusaha baru menghadapi persoalan pandemi COVID-19 dan saat ini perlahan bangkit," kata Bahlil saat itu.
Para pengusaha, sambung Bahlil, berpikir jika pelaksanaan pemilu dapat memberatkan dunia usaha. Sehingga, perlu dipikirkan kembali mana hal yang jadi prioritas.
"Apakah itu persoalan menyelesaikan pandemi, pemulihan ekonomi atau memilih kepemimpinan baru lewat pemilu," ujarnya.
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sama seperti Bahlil, Airlangga juga pernah mengklaim sejumlah masyarakat meminta penundaan pemilu. Dia menyebut ada kelompok petani yang ingin agar pemerintahan Presiden Jokowi berlanjut hingga tiga periode.
Tak sampai di sana, sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga mengatakan partainya menyerap semua aspirasi dari masyarakat. Bahkan, partai berlambang beringin ini sepakat untuk mengkaji usulan penundaan Pemilu 2024.
"Kita harus mengerti yang namanya aspirasi. Aspirasi tidak boleh ditolak, apalagi suara Golkar suara rakyat," ungkap Airlangga usai melakukan pertemuan dengan Ketua Umum partai NasDem Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Maret.
Airlangga bahkan menyebut akan melakukan pembahasan dengan ketua umum partai politik pendukung pemerintah. "Kita harus mengerti yang namanya aspirasi. Aspirasi tidak boleh ditolak, apalagi suara Golkar suara rakyat," tegasnya.
"Sehingga tentu biasanya dalam hal-hal tertentu komunikasi antar partai pimpinan politik menjadi penting," imbuh Airlangga.
3. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan
Luhut mengklaim mengantongi big data berisi 110 juta netizen ingin Pemilu 2024 ditunda dengan sejumlah alasan, salah satunya ekonomi sedang bangkit. Hanya saja, sampai saat ini, big data tersebut tak pernah dibuka olehnya.
Bahkan, beberapa waktu lalu, Luhut pernah bersuara tentang penundaan pemilu. Dia sempat mempertanyakan alasan Presiden Jokowi harus turun dari jabatannya pada 2024.
"Alasan penundaan, saya mau tanya kamu, apa alasan bikin Pak Jokowi turun? Ada alasannya?" kata Luhut kepada wartawan di Jakarta, dikutip Rabu, 16 Maret.
Luhut berdalih, banyak masyarakat mempertanyakan mengapa harus mengeluarkan anggaran begitu besar untuk penyelenggaraan Pemilu serentak 2024. Apalagi, saat ini, semua pihak masih sibuk untuk memulihkan ekonomi.
"Kenapa duit segitu besar mengenai pilpres mau dihabisin sekarang. 'Mbok nanti. Kita masih sibuk dengan COVID, keadaannya masih begini', dan seterusnya," ujar Luhut.
Berbagai pernyataan ini kemudian menjadi sorotan hingga akhirnya Presiden Jokowi memberikan teguran terhadap para menterinya. Eks Gubernur DKI Jakarta ini meminta agar menterinya tak lagi bicara soal penundaan pemilu.
Hal ini disampaikan Jokowi saat sidang kabinet paripurna yang digelar di Istana Negara, Jakarta pada Selasa, 5 April lalu.
"Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan. Enggak," tegas Jokowi di hadapan para menterinya.
Tak hanya itu, Jokowi juga meminta jajarannya menyampaikan berbagai fakta perihal kondisi global yang menyebabkan terjadinya krisis dan inflasi di dunia, termasuk Indonesia. Langkah ini dinilai lebih penting daripada menyampaikan hal-hal yang justru berpotensi menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Jangan menimbulkan polemik di masyarakat. Fokus pada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi," tutur Jokowi.