JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Armenia Nikol Pashinyan menuduh Turki sekali lagi melakukan genosida. Ia menyebut militer Turki secara langsung memimpin serangan yang dilakukan pasukan Azerbaijan terhadap pasukan etnis Armenia di sekitar Nagorno-Karabakh.
Melansir Reuters, Jumat, 2 Oktober, puluhan orang dilaporkan tewas, sementara ratusan lain cedera sejak meletusnya pertempuran pada Minggu, 27 September. Pecahnya pertempuran tersebut kembali menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas di Kaukasus Selatan, koridor jaringan pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.
Presiden Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat (AS), pada Kamis, 1 Oktober menyerukan gencatan senjata segera antara Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia di sekitar Nagorno-Karabakh. Tetapi Turki yang merupakan aliansi Azerbaijan, mengatakan tiga negara berkekuatan besar seharusnya tidak memiliki peran dalam gerakan perdamaian.
“Situasinya jauh lebih serius (dibandingkan bentrokan sebelumnya pada 2016). Akan lebih tepat untuk membandingkannya dengan apa yang terjadi pada 1915, ketika lebih dari 1,5 juta orang Armenia dibantai selama genosida pertama abad ke-20," kata Pashinyan kepada surat kabar Le Figaro.
"Negara Turki, yang terus menyangkal masa lalu, sekali lagi merambah jalan genosida," tekan Pashinyan.
Komentar tersebut cenderung memprovokasi Turki. Pihak Turki menerima bahwa banyak orang Armenia yang tinggal di Kekaisaran Ottoman terbunuh dalam bentrokan dengan pasukan Ottoman selama Perang Dunia I. Namun, Turki membantah angka tersebut dan menyangkal bahwa pembunuhan itu diatur secara sistematis, apalagi disebut sebagai genosida.
Pashinyan, yang tidak memberikan bukti atas pernyataannya, mengatakan Turki telah mengirim ribuan tentara bayaran Suriah ke wilayah Nagorno-Karabakh. Perwira militer Turki terlibat langsung dalam memimpin serangan Azerbaijan. “Dunia harus menyadari apa yang terjadi di sini,” kata Pashinyan.
“Keinginan Turki adalah untuk memperkuat peran dan pengaruhnya di Kaukasus Selatan. Itu mengejar impian membangun sebuah kerajaan meniru Kesultanan dan memulai jalannya yang bisa membakar wilayah itu," tambah Pashinyan.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menuduh Turki mengirim jihadis Suriah untuk bertempur dalam konflik Nagorno-Karabakh. Hal tersebut dinilai sebagai sebuah langkah yang memperburuk situasi.
"Kami sekarang memiliki informasi yang menunjukkan bahwa pejuang Suriah dari kelompok jihadis telah (transit) melalui Gaziantep (Turki tenggara) untuk mencapai area operasi Nagorno-Karabakh," kata Macron kepada wartawan setibanya di KTT Uni Eropa di Brussels. “Ini adalah fakta baru yang sangat serius, yang mengubah situasi,” jelas Macron.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis, Macron menyatakan bahwa ia telah membahas masalah tersebut sebagai bagian dari upaya untuk mencapai gencatan senjata. Hal tersebut ia bicarakan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin lewat panggilan telepon.
"Mereka juga berbagi keprihatinan mereka tentang pengiriman tentara bayaran Suriah oleh Turki ke Nagorno-Karabakh," kata keterangan tersebut.