JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan payung hukum yang akan memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual.
"Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual akan menjadi sebuah tonggak baru payung hukum yang dapat memberi kepastian dan percepatan pemenuhan hak-hak korban, memberikan keadilan atas korban serta melaksanakan penegakan hukum," kata dia dalam media talk daring bertajuk "RUU TPKS Sepakat Diteruskan ke Sidang Paripurna DPR RI" yang diikuti di Jakarta, Jumat 8 April.
Dia mengatakan RUU ini menjabarkan mengenai pengertian tindak pidana kekerasan seksual.
RUU ini untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual dan menjamin ketidakberlangsungan kekerasan seksual
RUU juga mengatur mengenai sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual.
Selain itu tindak pidana kekerasan seksual juga meliputi perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan pasal bridging dengan KUHP dan undang-undang lainnya.
Pihaknya memastikan penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan kecuali terhadap pelaku anak
"Ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak," katanya dikutip Antara.
BACA JUGA:
RUU TPKS juga melakukan pembaharuan hukum, yaitu hukum acara sebelum, selama, dan setelah proses hukum.
Terobosan di dalam RUU ini juga terlihat pada pengaturan pelayanan terpadu terhadap korban yang dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah, penegak hukum dan layanan berbasis masyarakat.
RUU ini juga berpusat pada kepentingan korban yang ditunjukkan oleh adanya koordinasi penyidik dengan pendamping yang hasilnya dapat dijadikan dasar penyidikan.
Selain itu, diatur pemenuhan hak korban atas dana pemulihan termasuk layanan kesehatan saat korban mendapat perawatan medis, dana penanganan korban sebelum, selama dan setelah proses hukum termasuk pembayaran kompensasi untuk mencukupi sejumlah restitusi ketika harta kekayaan pelaku yang disita tidak cukup.
"Kehadiran negara ditunjukkan dengan pemberian upaya pencegahan dan penanganan di wilayah-wilayah 3T, daerah konflik, daerah bencana dan di semua tempat yang berpotensi terjadinya tindak pidana kekerasan seksual," kata Bintang.
RUU juga mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam pencegahan, pendampingan, pemulihan dan pemantauan terhadap tindak pidana kekerasan seksual serta partisipasi keluarga dalam pencegahan tindak pidana kekerasan seksual
Selain itu, diatur mengenai pendanaan yang dapat digunakan untuk layanan kesehatan.