JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Komisi II DPR sepakat menambah anggaran untuk makanan praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang, makanan yang diberikan kepada para praja (sebutan untuk mahasiswa IPDN) dianggap terlalu sederhana. Bahkan bagi Junimart, menu makanan mereka kurang memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi.
"Saya tidak tahu apakah praja muda (IPDN) ini siap tempur. Kenapa demikian? Kalau melihat makanannya wallahualam. Kami juga sudah ikut makan dengan praja di sana. Lonceng 5 menit berhenti. Makanannya juga super sangat sederhana. Ketika kami tanya anggaran, memang jauh di bawah rata-rata," kata Junimart kepada Tito saat rapat kerja di Komisi II DPR RI, Jakarta, Selasa 5 April.
Junimart menyebut anggaran untuk makan para praja IPDN sekitar Rp40 ribu. Akan tetapi, angka itu jauh di bawah akademi lainnya yang telah lebih dari Rp60 ribu.
Disarankan pula bahwa biaya untuk makanan praja di IPDN dapat disetarakan dengan taruna Akademi Kepolisian (Akpol).
"Ini sangat perlu, ini dalam rangka untuk membuat kuat para praja muda ini. Jangan sampai nanti setelah mereka keluar, kurang vitaminnya. Setelah keluar, mereka jadi lemah, lemah, lemah, dan akhirnya melemah," kata Junimart.
Ia mengatakan bahwa IPDN merupakan sekolah kedinasan yang penting karena akan mencetak calon pemimpin pada masa depan.
Mendagri dalam rapat kerja itu menyambut baik saran dari Junimart. Ia sepakat anggaran makan untuk praja IPDN masih tertinggal dibandingkan dengan taruna akademi yang lain, misalnya Akpol.
"Saya terus terang terima kasih banyak Bapak dan Ibu sekalian mau prihatin dengan IPDN," kata Tito.
BACA JUGA:
Tito pun meminta dukungan dari Komisi II DPR RI untuk bersama-sama menyuarakan persoalan itu kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sehingga anggaran makan praja IPDN dapat disamakan dengan Akademi Militer (Akmil) TNI dan Akpol.
Tidak hanya terkait anggaran makan, Junimart juga meminta kepada Mendagri agar dapat membuat aturan sehingga lulusan IPDN ditempatkan di pekerjaan yang sesuai dengan keilmuannya.
Junimart menyampaikan itu karena keberatan melihat lulusan IPDN yang bekerja sebagai ajudan kepala daerah.
"Mereka dididik lebih kurang 3 tahun. Akan tetapi, ketika sudah selesai mereka jadi ajudan bupati yang angkat-angkat sepatu. Ini di depan mata saya bagaimana ajudan yang lulusan IPDN itu diperintah bupati yang tidak pernah sebagai birokrat, diberi perintah mengambil sepatu, mungkin lebih dari itu menyemir sepatu. Ini 'kan miris," kata Junimart menyampaikan temuannya kepada Mendagri.
Terkait dengan itu, Mendagri tidak langsung menanggapi di dalam rapat. Akan tetapi, jawaban secara tertulis terhadap persoalan itu dan pertanyaan lainnya akan disampaikan ke Komisi II DPR RI paling lambat pada tanggal 11 April 2022.