Panggil Dirut Hutama Karya, KPK Jelaskan Kewajiban Bayar Rp40,8 Miliar Korupsi Proyek Gedung IPDN
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjelaskan perihal kewajiban membayar kerugian negara sebesar Rp40,8 miliar kepada PT Hutama Karya. Pembayaran ini dilakukan terkait kasus korupsi pembangunan kampus IPDN tahun 2011.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan penjelasan itu diberikan oleh penyidik kepada Direktur Utama PT Hutama Karya, Budi Harto dan Direktur Keuangan PT Hutama Karya, Hilda Safitri yang hadir di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada hari ini, Selasa, 1 Maret.

"Tim penyidik kepada keduanya terkait adanya kewajiban PT HK dan tata cara serta tahapan pembayaran pengembalian atas kerugian negara dalam perkara korupsi pembangunan kampus IPDN tahun 2011 sejumlah sekitar Rp40,8 miliar," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 1 Maret.

Ali mengatakan, komisi antirasuah mengapresiasi kehadiran dua direktur perusahaan tersebut. Diharapkan, dengan langkah ini, optimalisasi pengembalian aset sebagai bentuk pemulihan kerugian negara dapat dilakukan secara maksimal.

Selain itu, KPK juga berharap pihak lain yang turut diuntungkan dan diperkaya dalam kasus itu, juga kooperatif dan segera melakukan mengembalikan kerugian negara.

"Kami juga berharap pihak-pihak lain yang turut diuntungkan dan diperkaya sebagaimana putusan pengadilan dalam perkara korupsi ini koperatif mengembalikan kepada kas negara melalui KPK," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK kembali menetapkan mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Setjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dudy Jocom sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan dua gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Dia menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi kampus IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan kampus IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara tahun anggaran 2011.

Tak hanya Dudy, KPK juga menjerat Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya Adi Wibowo dan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya Dono Purwoko sebagai tersangka.

Kasus ini bermula pada 2010 lalu. Melalui kenalannya, Dudy diduga menghubungi beberapa kontraktor dan menyampaikan akan ada proyek IPDN.

Selanjutnya, sebelum lelang dilakukan, disepakati pembagian proyek, yakni proyek IPDN di Sulawesi Selatan dikerjakan Waskita Karya sementara PT Adhi Karya menggarap proyek IPDN di Sulawesi Utara. Saat pembagian inilah, Dudy dan kawan-kawan meminta fee 7 persen.

Hasilnya, dari kedua proyek tersebut negara mengalami kerugian Rp 21 miliar.