Bagikan:

PANDEGLANG - Polda Banten mengungkap fakta dalam insiden ledakan yang menewaskan satu orang di Kampung Cisaat, Desa Tangkil Sari, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, pada Minggu, 9 Januari, sekira pukul 20.30 WIB. Dalam ledakan itu, pemilik rumah berinisial UL (41) tewas, sedangkan istrinya, LI (40) mengalami luka parah akibat ledakan tersebut.

Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Shinto Silitonga menyampaikan, berdasarkan scientific evidence yang dikumpulkan oleh fungsi Inafis Ditreskrimum Polda Banten, otopsi terhadap jenazah korban oleh Kedokteran Forensik Biddokkes Polda Banten, serta analisa bahan peledak oleh Satbrimob Polda Banten, disimpulkan bahwa ledakan disebabkan oleh bom yang biasa dibuat untuk menangkap ikan. Kata Shinto, bom tersebut bukan terkait dengan aksi jaringan terorisme.

"Pasca identifikasi jenis bahan peledak, penyidik Satreskrim Polres Pandeglang melakukan pemeriksaan terhadap 4 orang saksi yang melihat peristiwa, termasuk anak korban yang menerima bahan peledak dari pelaku untuk diberikan kepada korban," kata Shinto dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 April.

Kata Shinto, usai melakukan penyelidikan maka dilakukan penangkapan terhadap pria berinisial LL (35), yang berprofesi sebagai nelayan. LL, lanjut Shinto, pasca ledakan terjadi langsung melarikan diri ke hutan di daerah Munjul, Pandeglang selama 2 bulan, dan kembali ke Sumur.

Pada saat Kembali, masih kata Shinto, LL berhasil ditangkap oleh penyidik pada 11 Maret 2022. Warga Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang itu ditangkap saat sedang beraktivitas di keramba ikan di Kecamatan Sumur, Pandeglang.

Sementara itu, Kapolres Pandeglang AKBP Belny Warlansyah menjelaskan, tersangka menyediakan bahan-bahan untuk membuat bom ikan, beberapa bahan dibeli dari seseorang di Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

"Tersangka menyerahkan bahan-bahan peledak yang sudah dibeli kepada UL untuk dirakit menjadi bom ikan, karena UL memiliki keterampilan dalam perakitan bom ikan, kemudian pasca dirakit, UL memberikan kembali bom ikan kepada LL dengan diberi upah Rp200.000 per 6 kilogram bom ikan dan kemudian dijual lanjutan oleh LL ke pihak lain dengan nilai Rp150.000 per 500 gram sehingga menghasilkan keuntungan yang signifikan terhadap tersangka," urai Belny Warlansyah.

Adapun motif tersangka LL mencari keuntungan dari pembuatan bom ikan. Belny mengatakan, tersangka tidak peduli bahaya menyimpan dan merakit bahan peledak, bahkan dia juga tidak peduli dengan dampak kerusakan bom ikan terhadap ekosistem laut.

"LL mendapatkan bahan peledak untuk membuat bom ikan dari MKD melalui istrinya MKD atas nama MY alias Maya yang berada di Indramayu, Jawa Barat. Kemudian LL transfer dana ke MY, lalu bahan-bahan untuk membuat bom ikan disiapkan MKD dan diambil LL untuk dibawa ke Pandeglang," pungkas Belny Warlansyah.

Lalu, terakhir seminggu sebelum ledakan, LL belanja bahan pembuat bom ikan dari MKD berupa 25 kg potassium senilai Rp3.000.000, 1 kg belerang senilai Rp150.000 dan 500 gr bron seharga Rp300.000, semua barang tersebut kemudian diberikan LL kepada UL untuk dirakit dan beberapa bagian dari bahan-bahan tersebut juga ditemukan saat olah TKP oleh Inafis Ditreskrimum Polda Banten pasca ledakan.

Dalam kesempatan yang sama, Shinto Silitonga menyampaikan barang bukti yang disita oleh petugas dari TKP ledakan yaitu 1 kantong plastik sisa kemasan serbuk berwarna biru, 3 kantong plastik berisikan serbuk warna kuning, 2 kantong plastik sisa kemasan serbuk berwarna abu-abu, 1 karung berwarna putih bertulisan potasium cholorate berukuran 25 kg,1 unit kabel berwarna putih dan saklar on-off, 1 kantong plastik sisa kemasan bahan peledak yang sudah jadi, 1 halu kayu, 1 unit saringan berwarna merah muda, 4,4 kg serbuk warna abu-abu dan 5 gram serbuk warna kuning.

Shinto menekankan bahwa terhadap tersangka dikenakan pasal berlapis, tidak hanya pada penguasaan bahan peledak namun juga karena dampak bahan peledak yang mengakibatkan matinya orang.

"Persangkaan pertama yaitu Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang penguasaan bahan peledak secara ilegal, diancam pidana dengan 10 tahun penjara dan persangkaan kedua yaitu Pasal 359 KUHP yaitu karena kesalahannya mengakibatkan matinya orang, diancam pidana dengan 5 tahun penjara," lanjutnya.

Polres Pandeglang terus mengejar suami istri MKD dan MY yang menjadi sumber bahan peledak pembuat bom ikan. "Penangkapan ini menjadi warning bagi masyarakat pesisir untuk tidak menggunakan bom ikan dalam menangkap ikan di laut, karena hal tersebut tidak hanya merupakan pidana namun juga mengakibatkan kerusakan ekosistem lau, perlu diketahu juga tersangka LL adalah residivis dari kasus yang sama, ditangkap oleh Ditpolairud Polda Banten pada 2014 lalu pasca belanja bom ikan dari sumber yang sama di Indramayu dan menjalani 8 bulan penjara," tutup Shinto