Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Irak memutuskan untuk memperketat langkah-langkah keamanan selama Ramadan, mengantisipasi serangan teror atau gangguan keamanan yang 'biasanya' terjadi saat Ramadan.

Perdana Menteri Irak Mustafa Al Kadhimi telah memerintahkan pasukan keamanan untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan saat warga Irak mulai menjalankan ibadah Ramadhan.

Langkah ini diambil PM Al Khadami setelah menggelar pertemuan dengan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irak pada Hari Minggu lalu.

"Kepemimpinan keamanan perlu mengadopsi langkah-langkah baru dan khusus yang sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan sosial selama Ramadhan," ujar PM Khadami dikutip dari The National News 5 April.

Lebih jauh, PM Al Kadhimi memerintahkan Korps Pertahanan Sipil berjaga di daerah-daerah ramai, sementara hotline tersedia untuk keadaan darurat dengan alasan 'tantangan keamanan'.

Orang-orang di Irak biasanya tidak keluar rumah pada siang hari selama Ramadan, untuk menghindari kenaikan suhu yang sudah mulai melebihi 30 derajat Celcius.

Setelah berbuka puasa saat matahari terbenam, orang-orang berduyun-duyun ke masjid, tempat suci, area komersial, taman dan kafe hingga fajar ketika mereka makan sahur.

Setelah invasi pimpinan Amerika Serikat tahun 2003 yang menggulingkan Presiden Saddam Hussein dan melepaskan pemberontakan berdarah. Ramadan telah menjadi katalis bagi para ekstremis dari Al Qaeda di Irak hingga kemudian ISIS, untuk melancarkan serangan terutama terhadap Syiah.

Salah satu serangan paling mematikan adalah pada tahun 2016, ketika sebuah bom truk bunuh diri melanda distrik komersial Karrada, menewaskan sedikitnya 300 orang dan melukai ratusan lainnya.

Masyarakat Irak saat itu sedang mempersiapkan Idul Fitri, tiga hari yang menandai akhir Ramadhan. ISIS mengaku bertanggung jawab atas pemboman itu. Tahun lalu, Pemerintah Irak menahan dalang di balik serangan itu.

Dengan tekanan kontraterorisme yang berkelanjutan, tidak ada serangan besar oleh ISIS yang terjadi, kecuali beberapa serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil di daerah terpencil.

Untuk diketahui, minoritas Sunni Irak mulai menjalankan Ramadhan pada Hari Sabtu. Sementara, mayoritas Syiah memulai pada Hari Minggu karena perbedaan teknik pengamatan bulan penentu awal dan akhir Ramadan yang dipakai keduanya.