JAKARTA - Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah meminta penderita COVID-19 tidak membohongi petugas surveilans saat dilakukan penelusuran kontak. Hal ini agar penularan COVID-19 tidak semakin meluas.
"Saya ingatkan kepada masyarakat indonesia, jangan sampai berbohong kepada petugas saat dilakukan penelusuran kontak," kata Dewi dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu, 30 September.
Kata Dewi kejujuran dalam menjelaskan riwayat kontak dekat dibutuhkan untuk memahami penelusuran kontak yang terjadi kepada penderita COVID-19 selama 14 hari belakangan.
"Jangan sampai ada kasus positif punya kontak namun tidak diketahui karena ada anggota keluarga yang mungkin menyembunyikan bahwa pernah berinteraksi dengan pasien tersebut," ucap Dewi.
BACA JUGA:
Adapun proses penelusuran kontak (contact tracing) yang dilakukan petugas surveilans pertama adalah mendatangi pasien COVID-19. Kemudian, mereka ditanyai mengenai riwayat perjalanan, serta mencari tahu apakah memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
"Kemudian juga apakah dia sempat pergi ke kantor, lalu bertemu dengan A, B, C D, E. Jadi, kontak kontak erat ini diidentifikasi, Siapa sajakah orang-orang yang memang punya kontak erat dengan pasien positif," jelas Dewi.
Dari data penelusuran tersebut, orang yang memiliki kontak erat dengan pasien COVID-19 juga akan didatangi oleh tenaga kesehatan yang ada di lapangan.
Semua orang yang sempat kontak dengan orang yang positif ini ditanyakan soal kondisi kesehatan, memiliki gejala peularan virus corona atau tidak, hingga dilakukan pemeriksaan.
"Pemeriksaan ini bisa dengan swab biasanya untuk memastikan Apakah positif juga atau tidak," tuturnya.
Yang harus diingat, ucap Dewi, ketika ada seseorang yang punya kontak erat dengan pasien positif, mereka wajib karantina andiri atau isolasi Mandiri sampai dengan hasil tes keluar. "Jadi, jangan pergi-pergi dulu," imbuhnya.