Bagikan:

JAKARTA - Melalui kuasa hukumnya, musisi I Gede Ari Astina alias Jerinx menyampaikan nota keberatan atas dakwaan menyebar kebencian terkait postingan ‘IDI Kacung WHO’. Tim pengacara mengulas bagaimana awal Jerinx bereaksi bersuara lantang karena gagapnya pemerintah menangani COVID-19

“Izinkan kami tim penasihat hukum terdakwa memaparkan kronologis terkait aktivitas tata kelola COVID-19 hingga akhirnya terdakwa diseret ke pengadilan. Sudah bukan rahasia lagi pemerintah terlihat gagap menangani COVID-19, mulai dari pernyataan pejabat di awal-awal wabah yang kesannya meremehkan COVID-19 sampai dengan kebijakan yang tidak jelas dan berubah-ubah sehingga membingungkan masyarakat,” ujar pengacara Jerinx, I Wayan Adi Sumirta dalam sidang virtual yang disiarkan lewat YouTube PN Denpasar, Selasa, 29 September.

Kebijakan tata kelola penanganan virus Corona menurut pengacara Jerinx merugikan masyarakat. Karenanya Jerinx bersuara lantang termasuk lewat akun media sosialnya. Pengacara menyebut Jerinx bukan hanya bersuara kritis, tapi bertindak membantu warga kurang mampu di Bali.

“Bahkan saat penuntut umum, majelis hakim, menahan terdakwa, kegiatan bagi-bagi pangan untuk rakyat tidak mampu masih terus berjalan. Terdakwa mengkritik dengan bertanggungjawab bukan hanya ucapan, tapi tindakan,” tegas Adi.

Pangkal persoalan suara kritis Jerinx disebut terkait dengan penerapan kebijakan rapid test sebagai syarat administrasi termasuk untuk berpergian. Padahal rapid test merujuk pada keterangan akademisi dan profesi kesehatan, sambung pengacara, tidak memberi kepastian orang tersebut terjangkit atau tidak terpapar COVID-19

“Lalu pertanyaannya mengapa terdakwa menolak keras rapid  test sebagai syarat administrasi? Rapid test sebagai syarat administrasi tidak berdasar, ditolak akademisi dan organisasi profesi kesehatan. Rapid test tidak tepat  untuk mendeteksi virus, karena rapid test hanya untuk cek antibodi,” papar Adi.

“Di mana letak irasional jika rapid test hasilnya reaktif, maka dilanjutkan swab, jika hasil nonreaktif mendapat surat 14 hari. Artinya 14 hari orang tersebut bebas bergerak, padahal hasil rapid test tidak menjamin orang kebal virus 14 hari, praktik keliru diterapkan pemegang otoritas,” tutur pengacara Jerinx.

Jerinx didakwa menyebarkan kebencian atau permusuhan terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) lewat postingan di akun Instagram. Postingan Jerinx soal ‘IDI Kacung WHO’ dinilai jaksa membuat IDI terhina. 

“Akibat dari perbuatan terdakwa membuat postingan pada media sosial Instagram berupa gambar atau tulisan bernada kebencian permusuhan atau penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap IDI, sehingga IDI merasa  terhina dan dibenci oleh sebagian masyarakat Indonesia dan dirugikan akibat postingan status tersebut,” kata jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan dalam sidang online yang disiarkan lewat Youtube PN Denpasar, Kamis, 10 September.

Ada dua postingan Jerinx pada akun @jrxsid yang dipersoalkan yakni postingan tanggal 13 Juni dan 15 Juni. Jerinx menurut jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat yakni kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Bali.

Menurut jaksa, Jerinx sengaja membuat postingan hingga akhirnya dinilai jaksa menimbulkan kebencian terhadap IDI. Ketokohan Jerinx di Superman Is Dead (SID) juga disinggung dalam surat dakwaan.

“Terdakwa sengaja membuat postingan karena terdakwa mengetahui postingan akan mendapat perhatian masyarakat banyak dan ramai di media massa atau media sosial serta memperoleh komentar beragam,” kata jaksa.

“Oleh karena terdakwa adalah seorang publik figur sebagai anggota grup band SID, yang memiliki fans cukup banyak, tersebar di Indonesia bahkan sampai mancanegara,” sambung jaksa melanjutkan dampak dari dua postingan di Instagram Jerinx.

Jerinx didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan dakwaan alternatif kedua yakni Pasal 27 ayat 3 jo pasal 45 ayat 3 UU ITE.